Kamis, 15 Desember 2011

Menunggu Harta Gono Gini

Ruang kelas kotor, debu tebal, sekitar kampus becek bila musim hujan datang, dan rumput hijau menjadi lahan makanan ternak-ternak. Itulah pemandangan yang setiap hari kita nikmati di area kampus IAIN Ar-Raniry. Masuk ke ruang kelas, kita hanya menatap bangku-bangku tak layak pakai berserakan. Whiteboard yang lebih pantas di sebut blackboard-pun rasanya tak pantas di letakkan diruangan tempat Mahasiswa menggali ilmu. Inikah yang dinamakan kampus?
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, yang terletak di jl. Syekh Abdurrauf ini menjadi salah satu potret pendidikan Aceh, khususnya untuk pendidikan yang lebih berbasis pada keagamaan. Tidak ada ruang impian tempat meraih mimpi, hanya ada rencana yang terus menerus di janjikan.
Standard sarana n prasarana seperti ruang kelas bersih lengkap dengan whiteboard ­­merupakan inti dari lancarnya perkuliahan. lab  dan dosen ahli yang memadai tak kalah penting sebagai bagian dari suksesnya pendidikan. Laboratorium, mungkin terlalu penting bagi jurusan social, tapi bagi jurusan exacta, justru inilah asset terpenting tempat mereka berkreasi.
Setahun lalu, Islamic Development Bank (IDB) telah membahas planning tersebut sebagai salah satu program rekontruksi IAIN. Dalam bahasan lanjutan, menurut Dr. H. M. Nasir Budiman, MA, pembantu rector I, menyatakan bahwa pembangunan IAIN akan di laksanakan akhir 2007, setelah beberapa bulan sempat  tertunda.
Dana sebesar 350 Miliar, setelah di potong tersisa 330 Miliar ini rencananya di gunakan untuk rehab gedung, dan menyediakan fasilitas akademik. Tendernya di pegang oleh BRR dan ada satkernya tersendiri. Diawal tahun 2007  pihak biro baru akan melaksanakan workshop untuk merancang desain detail dan akan di realisasikan pada tahun ini juga.
Pihak rektorat tidak ada keterkaitan dalam masalah pembangunan ini, karena rehabilitasi ini merupakan bantuan dari IDB. Prosedur diberikan kepada pihak IAIN juga sangat dipertimbangkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, IAIN hanya terima beres kapanpun hasilnya akan di berikan.
Seperti yang pernah dijanjikan Yusni memperbaiki fasilitas kampus, seperti pengecatan kampus, memperbaiki pagar yang ambruk saat gempa 26 Desember 2004 lalu memang belum sepenuhnya ditepati. Pihak rektorat saat ini sedang menunggu anggaran DIPA, dana anggaran dari pusat. Karena perbaikan tersebut tidak terhitung dalam program pembangunan dari IDB.
Dana dari DIPA di targetkan keluar pada bulan April 2007. namun, pembangunan pagar yang akan di bangun bukanlah pagar permanent. Hanya pagar yang sifatnya sementara untuk mencegah masuknya ternak-ternak.
“Paling-paling kita cuma bisa buat pagar kawat. Untuk pagar permanent kita harus menunggu dana dari IDB, kita nggak mungkin membangunnya, karena  biaya yang dibutuhkan mahal sekali. Yang penting kan kerbau-kerbau tidak masuk lagi.” Ujar pembantu rector bagian ekonomi dan pembangunan.
Untuk pemasangan paving block pun rektorat masih mengharapkan kemurahan hati IDB, apalagi memugar museum Safwan Idris yang bakal menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Dana yang di berikan untuk proses pemugaran museum telah di gunakan untuk pembangunan gedung pasca sarjana. Dalam waktu dekat anggarannya di gantikan oleh JIG. Museum memang akan di museumkan diganti dengan pembangunan wisma sebagai tempat pelatihan, pelaksanaan kegiatan ilmiah dan micro teaching. Pembangunannya di rencanakan akan selesai pada tahun 2010.
KTM berfungsi ganda
Dalam waktu dekat IAIN akan memiliki koneksi internet. Sehingga ke depan Mahasiswa dapat mengisi KRS secara online. Sistem ini telah di praktekkan oleh universitas negeri di kota Jantong hatee rakyat Aceh, Universitas Syiah Kuala. Penyediaan wartel yang pernah dijanjikan oleh Yusni juga masih di pertimbangkan dalam pengadaannya.
Tawaran wartel dari perusahaan untuk membuka Badan Hukum pendidikan (BHP) telah datang beberapa waktu lalu. Atas pertimbangan terlalu memberatkan Mahasiswa, tawaran ini masih dipertimbangan. Dengan adanya sistem BHP, IAIN tidak lagi dibantu oleh pemerintah. Artinya perguruan tinggi negeri dengan metode swasta yang akan berjalan disini, seperti ITB dan UGM telah menjalankan metode ini.
Biaya pendidikan yang di setor setiap semester tidak mencukupi apabila IAIN tetap menjalankan sistem ini. Tapi mamanfaatkan fasilitas yang ada untuk sistem bisnis tentu ada.
“Kita cuma mengarah kearah bisnis, seperti bank. Kita bisa mematok dana sedikit dari BPD Syariah. Kita juga berencana membuka setoran SPP lewat ATM. Jika Mahasiswa setuju, tahun depan kita akan membuat KTM yang berfungsi ganda, sebagai tanda Mahasiswa dan ATM. Kita juga akan buat peraturan baru SPP plus Rp. 100.000,- uang itu tidak bisa diambl lagi, tapi kita tidak terapkan uang pemeliharaan ATM seperti pada bank konvensional.” Tambahnya.
Dengan adanya kemudahan ini, penyetoran SPP akan di permudah dengan mencicilnya. Setiap bulan Mahasiswa bisa menyetor berapa saja hingga ketika satu semester uang yang di kumpulkan selama beberapa bulan mencukupi, maka pihak bank akan memotong langsung dari tabungan Mahasiswa.***

Tulisan ini berdasarkan wawancara dengan Nasir Budiman, pembantu rector II IAIN.

Tidak ada komentar: