Kamis, 15 Desember 2011

Kemenangan Irwandi-Nazar: Awal Pesta Demokrasi Rakyat Aceh

15 Agustus 2005, titik awal untuk menyusun puzzle bernama Aceh. Pemerintah membuat perundang-undangan dalam Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA), dan merancang satu program pemerintahan bernama demokrasi. Pemilihan kepala daerah (Pilkada), merupakan satu tonggak sejarah baru bagi Aceh. Setelah tepat satu tahun perdamaian, 11 Desember 2006 lalu pesta itu berlangsung.
Sepekan sebelum Pemilihan berlangsung, di awal Desember merupakan awal dari setiapcalon memperjuangkan belasan ribu suara untuk masa depan Aceh yang lebih baik. Beberapa pasangan kandidat menyuarakan visi dan misinya melalui kampanye. Berdasarkan keputusan dari Komisi Independen Pemilihan (KIP) mereka mulai berkampanye.
Spanduk, umbul-umbul, pertunjukan, pasar murah, konser artis dan buka puasa bareng adalah bagian dari kampanye tersebut. Bahkan dari setiap kandidat tak segan-segan mengeluarkan jutaan rupiah demi kelancaran kampanye dan harapan mendapatkan suara terbanyak.
Selama beberapa hari, halte-halte di penuhi dengan tempelan-tempelan stiker n poster. Warna warni stiker dan poster, serta baliho dan spanduk di sepanjang jalan memberi warna lain pada kota Banda Aceh. Pesta demokrasi yang bakal tercatat dalam rekor dunia ini menjadi lebih berkesan meski Banda Aceh terlihat lebih semak. Namun, KIP menyatakan bahwa pilkada yang terlaksana di Aceh beberapa hari lalu lebih kompleks.
Awalnya pemerintah sempat khawatir dengan keadaan Aceh. Nota kesepahaman Helsinki yang sangat terbelit-belit, disana tersebut, sampai 2009 DPRD Aceh tidak berkewenangan mengesahkan peraturan perundang-undangan tanpa persetujuan kepala Pemerintahan Aceh.
Pernyataan tersebut menimbulkan ancaman boikot oleh elemen di wilayah yang hendak memekarkan diri menjadi provinsi Aceh, lauser Antara dan Aceh Barat Selatan, karena mersa aspirasinya mersa kurang berakomodasi dalam RUU-PA.
Tapi pemerintahan tidak terlalu khawatir dengan ancaman boikot dua calon provinsi itu. Menteri dalam negeri, M. Ma’ruf menyatakan, dalam menjalankan pilkada yang ini NAD perlu payung hukum.
Mulanya di prediksikan pilkada Aceh akan berlangsung dalam 2 tahap dan akan ada penundaan dalam pelaksanaannya.

Detik-detik yang menegangkan
Senin, 11 Desember 2006 lalu, jalanan lengang, deretan toko sepanjang Jl. T. Nyak Arif, Darussalam bisu. Aktivitas akademik  dan rutinitas kesibukan kantor terhenti. Seolah ada komando dari salah satu pihak, kota pelajar jantong hatee rakyat Aceh terhenti bak kota mati.
Sekitar jam 9 pagi, satu dua orang mahasiswa mulai tampak memenuhi jalan. Melewati jalanan kosong, sesekali mata mereka mencari di dinding-dinding toko, berhenti didekat gerbang kopelma, memelototi pasangan-pasangan kandidat yang di tempel di sana.
“Aku pilih calon independen. Ini bagus.” Kata salah satu dari mereka. Dia menunjuk pasangan Irwandi-Nazar dengan nomor urut 6, foto pasangan ini terbingkai indah dan amat kontras dengan pakaian adat Aceh.
Darussalam, tempat bermukim mahasiswa dari berbagai daerah dan berdiri megah dua kampus negeri yang merupakan jantung kiri dan jantung kanan NAD. Disana, di SLTP 8, masyarakat Darussalam memberikan aspirasi politiknya.
Poster-poster pasangan kandidat tertempel di dinding sekolah. Sebelum masuk ke dalam ruangan pemilihan, calon pemilih berdiri sebentar menatap potret bapak-bapak masa depan Aceh, setelah yakin dengan pilihannya, baru ia masuk, duduk dan menunggu giliran pencoblosan.
Bukan tak mungkin kampanye tidak berlangsung di saat detik-detik yang menegangkan ini. Kemajuan teknologi komunikasi telah memberi layanan SMS sebagai salah satu cara berkampanye. Selain mudah, murah, juga sangat efektif.
Satu hari sebelum pemilihan, merupakan hari tenang. Di mana tak ada kegiatan apapun menyangkut kampanye dan kepentingan parpol dan pemungutan suara.
Ada hal yang membuat calon pemilih merasa ragu, goyah, kesal, dan benci. Puluhan SMS masuk. Nada-nada menyanjung, memotivasi dan memberikan janji-janji kepada masyarakat memenuhi inbox pengguna handphone.
Untuk kesejahteraan rakyat, kemaslahatan umat dan kesatuan nanggroe, pilihan jitu dambaan rakyat, HUMAM-HASBI no.4 untuk kemenangan bersama, sebarkan SMS ini ke 10 nomor berbeda.
Kira-kira begitu bunyi SMS yang dikirimkan oleh beberapa nonor berbeda. Beberapa orang pendukung H2O itu berlangsung mem forward SMS itu ke beberapa nomor, tapi banyak yang mendelete langsung tanpa membaca lebih lanjut.
Bukan hanya sehari sebelum pemilihan tersebut masuk. Tapi saat berada di bilik suara dan siap menyumbangkan suara untuk salah satu pasangan wakil rakyat. Tak jarang keraguanpun memenuhi relung hati penerima SMS tersebut.
Keluar dari bilik suara, tak jarang dari pemilih saling membicarakan jagoannya dan membahasnya sepanjang perjalanan pulang. Mereka menanti sore yang akan datang memberi harapan baru untuk Aceh, dari suara-suara mereka.
Hingga saat azan magrib menggema terdengar ke seluruh penjuru dunia Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar, memenangkan pilkada ini. Calon independen dari GAM yang sama sekali tak terduga, namun tak bisa di pandang sebelah mata.

Ketika Pakar Berkomentar
Sebelumnya memang banyak tanggapan pesimis dari berbagai elemen pemerintahan dan sipil tentang bagaimana mungkin GAM memimpin. Nyatanya setelah pilkada di langsungkan tanggal 11 Desember lalu, dunia pun berdecak kagum atas perolehan suara untuk kandidat ini. 38,20% atau sekitar 768.745 suara berhasil di genggam oleh IRNA (Irwandi-Nazar).
Berbagai komentar pun mewarnai kebahagiaan sebagian besar rakyat Aceh ini. Mulai dari tanggapan positif maupun tanggapan negatif. Semuanya mengeluarkan satu pendapat sebagai aspirasi politiknya dalam ajang ini.
IRNA sebagai gubernur terpilih mulai merancang masa depan Aceh yang berdasarkan edemokrasi. Visi dan misi yang membuat rakyat tergugah ataukah hanya sekedar balas dendam terhadap pemerintahan?
Beberapa pakar ikut berkomentar dalam kemenangan mereka. Ada yang optimis kemenangan mereka hanya berasal dari akibat kekalahan partai politik dan  pemerintah tidak berhasil memenangkan hati rakyat Aceh. Intinya rakyat aceh selalu di kecewakan oleh pemerintahan pusat, sehingga dengan memilih Irwandi-Nazar secara tidak langsung dendam mereka terbalaskan.
“kemenangan Irwandi –Nazar karena partai politik dan pemerintahan pusat tidak berhasil memenangkan hati rakyat Aceh.” Kata Effendi Gazali, pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI) seperti yang di kutip oleh tabloid Suwa edisi 3.
Selain Effendi yang berkomentar demikian, masih ada Otto Syamsudin Ishak yang pesimis terhadap kemenangan IRNA. Ekonomi dan budaya yang menjadi salah satu visi dan misi kandidat ini di yakini tidak dapat terealisasikan dalam pemerintahan ke depan. Hal ini berdasarkan dari latar belakang kandidat yang terlalu “menghutan”.
“secara perang dan politik aceh yang menang. Kedepan, apakah Aceh bisa menang secara ekonomi dan Budaya.” Kata sosiolog Aceh ini.
Ekonomi Aceh yang tidak stabil selama beberapa dekade ini telah melahirkan asumsi baru bagi masa depan Aceh. Pakar sosiolog Aceh meyakini Irwandi Nazar tidak dapat menepati janji-janjinya setelah menjadi gubernur nanti. Apalagi di bidang ekonomi dan budaya.
Namun ada yang pro ada juga yang kontra. Khususnya bagi kelompok Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), mereka sangat bangga dan senang dengan majunya Irwandi-Nazar ke dalam pemerintahan Aceh. Ini salah satu wadah pesta demokrasi rakyat Aceh.
“selama ada partai politik, tak pernah memberikan kontribusi untuk rakyat Aceh. Rakyat Aceh ingin ada perubahan di Aceh, dan harapan perubahan itu ada di pundak IRNA” ujar Nasruddin Abu Bakar, presidium SIRA.
Apakah mungkin rakyat Aceh benar-benar berpesta dengan semua kemenangan yang diperoleh oleh Irwandi-Nazar?

Kandidat Lainnya
Tiap kandidat yang bertarung tidak ada yang merasa tersaingi oleh kemenangan irwandi nazar. Kemenangan menurut mereka sangat lumrah dalam persaingan, semua kandidat berhak atas kemenangan. Hanya kebijakan tiap kandidat yang membawa ketabahan buat mereka.
Kemenangan bukanlah segala-galanya buat para kandidat. Perhitungan suara masih dipimpin oleh irwandi nazar.
Padahal, jauh-jauh hari sebelum pilkada, perdana menteri Gerakan Aceh Merdeka, Malik Mahmud Al Haytar, mengatakan, pihak mereka akan menerima apapun hasil pilkada. Itu semua demi kemajuan bangsa Aceh dan tentunya suatu keberhasilan buat rakyat aceh dalam menyongsong masa depan.
Namun pihak GAM sangat berharap, dari kemenangan ini pihak pemerintah tetap menjaga perdamaian yang telah terjalin selama satu tahun. Sejak 15 Agustus 2005 lalu tepatnya. Meskipun adanya pro dan kontra antara pemerintahan Aceh dan pusat, setidaknya hal tersebut tidak merusak kepercayaan rakyat aceh.
Dari pihak GAM maupun pihak pemerintahan berharap adanya keterbukaan dan demokrasi dari kedua pihak, baik GAM maupun pemerintah. Kemenangan irwandi nazar di harapkan bisa membawa satu warna baru.***

Tidak ada komentar: