Kamis, 15 Desember 2011

Makalah, Internet dan Mangga Muda

Hari Minggu tiba,. Berarti besok hari Senin. Tidak terasa dua Minggu Sudah terlewati dengan kelelahan dan kelalaian. Makalah ciovic education belum selesai. Padahal besok pagi jam 8 tepat, aku, dan dua temanku harus mempresentasikannya di depan kelas. Bukan hanya makalah yang belum siap, tapi rental juga tidak lagi mau menerima ketikan.
Aku sebenarnya demam. Gigi gerahamku belakangku baru tumbuh, jadi aku mengalami demam hebat tambah batuk, darahku juga nggak stabil. Alangkah menderitanya hidupku ini.
Aku punya empat agenda hari ini, mengetik makalah, menghadiri musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Aceh Tengah (IPPEMATA), dan mengembalikan buku ke SEuramo Teumuleh, dan menyuci pakaian satu Minggu. Mulanya aku berharap dapat kujalani semuanya, tapi bagaimana caranya?.
Aku kerja team, bukan sendiri. Jadi tanpa banyak berpikir aku langsungmengirim sms kepada dua orang teman se teamku. Temanku yang laki-laki membalas,maaf aku nggak bisa. Lagi sibuk di SEP, nih. Selain kuliah di Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) temanku bernama Fakhrurrazie itu juga kuliah di Sosial Ekonomi Pertanian (SEP), Universitas Syiah Kuala.
Selanjutnya aku mengirim sms yang sama untuk Kartini. Aku yakin ia tidak punya kegiatan apa-apa. Selain dia kuliah hanya di satu jurusan, dia juga tidakikut organisasi lain selain Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Kalau LDK tidak buat acara, aku yakin dia hanya santai-santai di kost. Kalaupun LDK buat acara, dia hanya peserta biasa, bukan panitia.
SMS ku dibalas. Tunggu jam 10 nanti di mesjid Fathun Qari, begitu smsnya. Padahal aku ingin bertemu dengannyalangsung di tempat tujuan, redaksi pers kampus. Tempatku dibesarkan memulai karir jurnalistik.
Aku tidak ambil pusing dengan sms-nya. Langsung aku menuju kampus diantar teman se-kostku. Sampai di kampus aku memang sudah menduga banyak orang. Apalagi sejak sudah ada konksi internetnya. Hamper rata-rata mahasiswa IAIN Ar-Raniry nongkrong di ruang computer berjam-jam. Meski AC belum dipasang, printer kekurangan dana, namun semangat wartawan-wartawan disini perlu acungan jempol.
Di depan ruangan tak berfungsi, di gedung studi pusat wanita. Sebuah ruang penuh dengan kursi-kursi rusak, berdebu dan tak terawatt. Pintu ruangan itu sudah tak dapat digunakan lagi. Jika kita berdiri di depan ruangan kelas, di hadapan kita terhampar halaman rumput berbatu, pohon jemblang yang tak pernah berbuah selama bertahun-tahun dan ruangan kantor-kantor kecil seperti tidak ada kehidupan.
Disamping kanan, tepat di belakang gedung ini, sebuah mesjid bernama Fathun Qarib berdiri agung. Biasanya crew Sumberpost, Ar-Raniry FM memarkir motornya di lorong menuju asjjid ini. Di samping kiri, berdiri kokoh gedung Fakultas Dakwah, berseberang dengan jalan aspal kecil. Sebelah kanan ada tangga, di dindingnya tertempel tulisan Ar-Raniry FM 107,7 , ada tanda panah mengarah keatas warna ungu. Naik ke lantai duadi samping radio, di situlah markas mahasiswa jurusan komunikasi dan penyiaran Islam berkarya, menerapkan ilmu yang telah didapatkan untuk kejayaan bersama.
Di gedung ini, hanya redaksi inilah yang benar-benar hidup selain radio. Namun sayang, radio berfrekwensi 107,7 KHz ini tidak dapat on air lagi sejak mendapat teguran dari Dinas Komunikasi dan Informasi. Bahkan pihak birokratpun tidak mau tau soal pengurusan izin radio komunitas ini. Padahal radio ini merupakan salah satu fasilitas belajar untuk mahasiswa KPI.
Bahkan yang selama ini memberikan fasilitas buat mahasiswa dan jurusan justru International Centre for Journalist (ICFJ). Seperti fasilitas internet dan biaya percetakanmajalah Sumberpost setelah masa kerja sama selama 4 edisi dengan AJI (Aliansi Jurnalis independent) habis.
Hanya ruangan kecil persembahan dari biro itu yang menjadi wasah untuk menampung segala fasilitas yang ada. Disitulah wartawan menghadapi masa-masa kritis saat deadline tiba. Diluar mengetik berita, wartawan atau mahasiswa juga mengetik tugas makalah di ruang tersebut.
Aeperti hari ini, aku harus mengetik makalah di sini. Padahal hari Minggu bukan tugasku unhtuk ke kampus. Hanya kalau ada undangan rapat saja mengunjungi redaksi di hari Minggu.
Jam 11 pagi, saat aku mulai bosan dengan makalah yang ku ketik, aku mulai membuka beberapa situs, siap berjelajah. Mengecek email, inboxku di penuhi dengan surat-surat dari milis penulis lepas yang mencapai ribuan. Membaca email-email dari teman-teman yang kukenaldan mengirim email ke penulis idolaku.
Saat itu temanku datang, bajunya agak basah, kaos kakinya terkena percikan Lumpur. “Assalamu’alaikum”. Dia mengucapkan salam dan langsung masuk, menarik kursi disalah satu ruang dan mendekatkannya dekat kursikudi meja server.
“sudah selesai berapa lembar?” Tanyanya.
“sudah dua halaman, di rental. Ulang a ja, deh. Di rental udah terserang brontox di flshdisk.”  Kataku sambil mengarahkan cursor ke program Microsoft Word. Air mukanya langsung berubah, dia menghembuskan nafas berat.
“ Aku nggak sempat. Capek banget, nih. Baru ini lho aku ada waktu. Tapi tiga agendaku yang lain harus aku korbankan.”
Aku memberi catatan padanya, dia langsung mendiktekan. Sesekali aku mencuri kesempatan untuk membuka email dan membaca situs-situs yang telah kubuka tadi. Sampai akhirnya makalahnya selesai 80%. 20% nya berupa cover, kata pengantar, pendahuluan, penutup dan daftar pustaka. Aku menyelesaikannya nanti.
Tapi rencana kembali tinggal rencana, makalah belum selesai. Ada email-email menarik dari milis penulis lepas. Dan aku sudah kenal beberapa diantaranya melalui pelatihan. Mumpung kesempatan, aku langsung membaca email-email mereka, sampai siang. Ketika azan berkumandang, aku masih berinternet ria.
Beberapa teman-teman wartawan membeli nasi bungkus untuk makan siang, yang lain sibuk chatting dan browsing. Aku masih sibuk dengan email-emailku, sampai-sampai kehadiran temanku tidak kusadari, ia datang membawa seplastik mangga ranum. Beberapa buah ada yang masih muda, lengkap dengan garam, cabe rawit. Dia mengambil pisau dan kami berpesta, rujak party.
“Jangan makan terlalu banyak. Nanti sakit perut.” Ujar teman-teman sesama wartawan padaku. Aku diam, mau komentar apalagi, jelas-jelas aku pengen banget makan mangga.
Saat tidak ada lagi yang mau mengupas. Aku mengambil alih mengupas mangga . kuningnya daging mangga membuatku terburu-buru mengupas. Saking semangatnya aku tidak sadar kalau menjawab pertanyaan teman adalah perbuatan fatal bagiku. Pisau merah berkarat itu mengiris tanganku sampai menyentuh tulang. Darah merah segar mengucur dari tanganku, memerciki bajau dan jilbabku.
Darahku mengalir, aku kibaskan kesegala arah. Seketika kepalaku pusing, darah terlalu banyak keluar. Percikan darah seperti ada pedta penyembelihan ayam di ruangan itu. Aku lemas.
Semua gelap, saat salah satu temanku membalut jriku dengan perban, aku tak tahu apa-apa lagi. Yang kutahu hanyalah……tadi aku mengetik makalah, berinternet, dan mangga muda….***

Tidak ada komentar: