Rabu, 13 November 2013

Day 1411.2013: Secawan Bunga Rosela Kering

Pintu kamar saya diketuk beberapa kali, sedikit keras. Sebelumnya saya memang menerima telepon dari seseorang yang tinggal di lantai delapan. Saya membuka pintu setelah menyampirkan pashmina di kepala secara asal. Saya khawatir jika seseorang di luar sana mungkin salah satu teman selorong yang ingin menanyakan seseuatu seperti saat kepergian Anna.

"Assalamualaikum," Sesosok wajah berkulit gelap dengan tubuh terbungkus seperti India tersenyum di depan pintu. Dia Eshraga, wanita yang lebih tua dari ibu saya dan sedang mengambil pendidikan master di kampus yang sama.

Beberapa waktu saya mengajarinya bahasa mandarin, setiap malam. Semalam satu jam setengah. Dia sangat senang. Terkadang jika saya ada makanan di kamar, saya membawanya ke kamar Esharaga. Buah-buahan di sini sangat murah, setengah kilo anggur hanya 3 yuan, setara dengan dua ribu rupiah saja. Terkadang saya membeli seperempat dan membaginya dengan siapa saja yang saya temui. Khususnya mahasiswa muslim karena saya menganggapnya saudara saya di perantauan. Hal yang sama dilakukan oleh mereka.

Setelah saya menjawab salam Eshraga, saya persilahkan ia masuk ke kamar saya. Sama seperti teman-teman saya yang lain, mereka terkagum dan kaget ketika masuk ke kamar saya. Lalu berkomentar, "Your room very beautiful. You so lucky got this room"

Ya, memang!

Saya tidak pernah menyadari begitu beruntungnya saya mendapat kamar ini. Selain mendapat kamar mewah fasilitas hotel, saya tinggal sendiri di lantai empat. Saya mengenali tetangga kiri kanan, meskipun tidak akrab. Saya juga bebas melakukan apa saja di kamar. Bisa beribadah dengan tenang dan tidur kapan saya suka. Terutama kebiasaan tidur nyenyak saya bila lampu menyala terang.

Esharaga membawa secawan rosela kering. Ia menyuruh saya meminum setiap demam. Katanya di Sudan mereka menyeduh dengan air panas dengan sedikit sekali gula. Lalu diminum saat demam atau merasa kedinginan. Ini juah membuat kondisi lebih baik.

Saya mengatakan jika di Indonesia juga ada bunga seperti ini. Namun saya jarang meminumnya. Bahkan dalam hati saya menambahkan, saya meminumnya untuk program diet saya.

Dari secawan rosela ini, hubungan saya dengan Eshraga semakin membaik. Saya seperti menemukan sosok ibu pada dirinya. Meskipun ada benteng yang memisahkan saya dengannya menjadi ibu dan anak. Namun banyak nasehat yang ia berikan kepada saya layaknya ibu dan anak. Mulai dari masalah teman, makanan, cara berhemat sampai nasehat-nasehat keislaman lainnya.

Saya benar-benar merasa terlindungi secara agama. Setiap saya ke kamarnya, saya mendapat nasehat terhadap masalah yang saya hadapi di sini. Saya merasa jauh lebih baik setelah mendengarkan beliau bicara. Ia juga memberikan saya obat ketika saya sakit. Kalimat yang menegaskan bahwa muslim itu bersaudara saya temukan di sini.

Ketika musim dingin masuk dimulai pada tanggal 7 November 2013, saya sakit. Musim dingin pertama saya di Beijing. Kepala saya rasanya mau pecah. Jangankan untuk ke kampus, membuka mata saja saya tidak bisa. Cahaya yang masuk melalui celah jendela rasanya seperti mata pisau yang siap menebas saya kapan saja. Orang yang pertama saya ingat adalah ibu.

Saya menangis dan terus berdoa agar bisa melewati hari-hari yang begitu berat ke depannya. Terlebih liburan musim dingin saya tidak pulang ke negara saya, Indonesia. Saya akan menghabiskan masa di kamar dorm dan sambil menulis atau menonton film di laptop. Mungkin juga saya harus mengisi kuota internet sebanyak mungkin untuk melewatkan liburan saya di Beijing.

Saat  saya mulai bisa bergerak dan rasa sakit mulai berkurang, saya bangkit dari tempat tidur. Saya memanaskan air di teko listrik dan menyeduh beberapa kuntum rosela. Kental dan pekat. Lalu saya minum perlahan, kata-kata Eshraga terngiang kembali, "Minum ini ketika kamu merasa tidak nyaman. InsyaAllah, kamu akan menjadi lebih baik. Orang Sudan meminum ini untuk mejaga vitalitas."

Benar saja.

Jam satu siang, setelah zuhur, saya lebih segar. Malamnya saya sanggup keluar dari kamar ke super market untuk membeli seporsi jianbing sebagai makan malam. Meskipun wajah pucat dan kesakitan saya tak bisa disembunyikan, saya jauh merasa lebih baik.