Kamis, 15 Desember 2011

Gizi Buruk Cermin Masa Depan Bangsa

  Gizi buruk bisa datang kapan saja dan dimana saja. Serta mampu merenggut keceriaan balita. Siapapun bisa mengalaminya, khususnya bagi balita yang terlahir di keluarga miskin. Tinggal di tempat kumuh, tidak tersedianya MCK (Mandi Cuci Kakus) yang steril, sumber penyakit, sulitnya perekonomian dan jauh dari jangkauan pemerintah merupakan dampak utamanya.
    Dari sekian banyak problem kesehatan tersebut, tentunya balita yang terkena dampaknya sangat rawan. Salah satu penyakit tersebut adalah gizi buruk, selain penyakit-penyakit ramah kemiskinan lain. Penyakit ini sangat ramah mengunjungi penderita.
    Saat ini baru beberapa negara yang terserang gizi buruk, khususnya Indonesia. Ke depan akan terancam. Negara predikat gizi buruk. Kekejaman ekonomi dan sulitnya mendapatkan gizi yang baik menjadi sasaran empuk Indonesia seperti Ethiopia. Karena setiap tahunnya 62 dari 1000 orang bayi terlahir menderita krisis gizi. Meskipun tidak semua provinsi, tidak semua kabupaten, namun kondisi kemiskinan tak teratasi benar-benar peluang bagi jenis penyakit ini.
Apa itu gizi buruk?
    Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai dalam kedokteran. Gizi buruk merupakan satu kasus kesehatan yang tiap tahunnya meningkat. Peningkatan ini seiring meningkatnya kasus kemiskinan yang tiap tahunnya meningkat di beberapa kota Indonesia. Menurut departemen kesehatan berdasarkan table survei tahun 2004, 27,5% (5 juta balita) mengalami kurang gizi tiap tahunnya. Setiap tahun kasus ini akan terus meningkat jumlah berdasarkan jumlah penduduk miskin.
    Ada 4 kelompok dalam tingkatan gizi buruk berdasarkan rumusan WHO. Keempat kelompok tersebut telah disesuaikan dengan kondisi anak dan kondisi keluarga. Dalam keterangan WHO disebutkan beberapa golongan gizi buruk, Yaitu:
·                                 Rendah (dibawah 10%)
·                                 Sedang (10-19%)
·                                 Tinggi (20-29%)
·                                 Sangat tinggi (=>30%)
    Pengelompokan tersebut diketahui berdasarkan survey yang dilakukan oleh WHO. Sementara itu, status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut tinggi badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.
    Anak kurang gizi pada tingkat ringan atau sedang masih seperti anak-anak lain beraktivitas, bermain dan sebagainya. Sekilas kita bias melihat mereka sebagai anak yang sehat. Tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Kondisi ini terus berkembang setiap saat. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat athrophy/ pengecilan organ tersebut).
    Infeksi dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kumuh. Di daerah seperti ini bukan hal langka timbul banyak penyakit seperti ini. Termasuk daerah kumuh seperti ini. Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri (perhitungan berat badan menurut umur/tinggi badan) dapat melalui temuan klinis di jumpainya keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwashiorkor dan bentuk campuran (marasmik kwashiorkor).
    Tanda-tanda anak marasmus adalah anak kurus, kulitnya kering, didapat pengurusan otot ( arothrophy) sedangkan kwashiorkor jika didapatkan anedema (bengkak) terutama pada punggung kaki yang tidak kembali setelah dilakukan pemijatan (pitting edema), marasmik kwashiorkor adalah bentuk klinis campuran keduanya.
Penyebab gizi buruk
    Faktor utama penyebab gizi buruk pada balita adalah asupan makanan atau anak sering sakit/terkena infeksi.
  1. asupan gizi yang kurang
Setiap anak dalam masa pertumbuhan memang harus mendapatkan gizi yang baik. Pola makan 4 sehat 5 sempurna sangat mendukung balita dalam memperoleh gizi seimbang. Kenyataannya, masyarakat belum sadar akan manfaat pola makan tersebut. Umumnya masyarakat miskin lebih banyak menderita kasus gizi buruk karena:
o                                                        Tidak tersedianya makan secara adekurat, akibat kondisi sosial ekonomi.
o                                                        Anak tidak cukup mendapat gizi seimbang.
o                                                        Pola asuh yang salah.
  1. sering sakit ( frequent infection)
    Penyakit gizi buruk juga erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan. Jadi jangan heran bila gizi buruk lebih cenderung terjangkit di daerah kumuh. Benih penyakit yang tersebar membuat anak dalam masa pertumbuhan lebih mudah terjangkit.
Kota-kota rawan kurang gizi.
    Saat ini kota yang terkena dampak paling parah dari gizi buruk adalah NTT, NTB. Ada juga beberapa kota di pulau Jawa yang rawan akan kemiskinan.
    Nanggroe Aceh Darussalama saat ini memang belum terkena dampak gizi buruk. Apabila kemiskinan dan kekumuhan masih berlanjut kemungkinan besar Aceh juga akan mengalami nasib yang sama dengan kota-kota lain di nusantara. Jadi, apakah pemerintah masih berdiam diri menghadapi masa depan generasi penerus Nanggroe? []

Tidak ada komentar: