Kamis, 15 Desember 2011

Lima Puluh Ribu di Terminal

Bagi siswa Sekolah Menengah Umum (SMU), tiga hari ini merupakan sejarah sejarah. Pasalnya, 17 April lalu mereka baru melaksanakan Ujian Nasional (UN). Tiga mata pelajaran yang di UN-pun menjadi taruhan bagi mereka untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi. Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan matematika merupakan pelajaran yang diandalkan dalam ujian Negara ini. System ujiannya juga berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, jika dulu ujian dimulai dengan Ujian Sekolah (US), baru kemudian UN menyusul.
Meski banyak perubahan di tahun ini, namun tak surut para siswa berusaha mencapai target kelulusan 5,00. Berbagai macam cara ditempuh, dari belajar keras secara pribadi, mengikuti kelas bimbel sampai berusaha mencari bocoran soal dan jawaban UN. Meski sudah menjadi rahasia umum, kebocoran demi kebocoran tetap ditutupi oleh pihak-pihak terkait.
Saat UN berbagai metode penyelewengan di lakukan. Usai UN pun situasi normal seolah tak ada apa-apa kembali berjalan. Semua pihak tutup mulut, namun perbincangan di sudut-sudut tetap terdengar dari siswa.
Beberapa SMU favorit menjadi sorotan seperti SMU 3, SMU favorit sumber kemalangan terjadi. Dari sinilah kebocoran soal terjadi.
“Dari kita sih nggak ada sih yang bocor-bocor soal. Dan yang bocor itu bukan soal nya, tapi jawabannya. Jawaban yang di berikan nggak konkrit dan banyak versi jawabannya.” Kata seorang siswa kelas 3 MAN saat berkunjung ke sekolah sambil menunggu Ujian Sekolah (US) berlangsung.
“Kita nggak ada yang bocor soal, kok. Kalaupun ada itu juga dari sekolah lain, bukan sekolah kita. Pengawasan disini dangt ketat, mana mungkin kita bisa membantu siswa-siswa kita, apalagi bocor soal.” Kata Maily, salah satu dewan guru di sekolah ini.
Beberapa kurun terakhir, bentuk soal yang diberikan adalah sama. Multiple choice (pilihan berganda), semua siswa mendapat soal yang sama. Tapi ada sedikit perbedaan di tahun ini. Bentuk soal yang dibagikan pada siswa versi Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setiap soal dibagi dalam paket, hal ini merupakan salah satu bentuk antisipasi jika siswa menyontek.
Bentuk seperti ini juga diharapkan sebagai jalan sukses menetapkan standar kelulusan yang telah di tetapkan oleh pihak pendidikan nasional.

Bentuk-bentuk kecurangan
Banyak kecurangan yang yang dilakukan selama UAN berlangsung. Baik itu dari pihak siswa maupun guru sendiri. Banyak daerah yang melakukan praktek terdebut meskipun banyak pihak pula yang menyanggah. Salah satunya jawaban yang dikirim melalui SMS. Padahal jauh-jauh hari, sangat dilarang bagi peserta ujian membawa HP ke dalam ruangan.
“Cara kecurangan-kecurangan dengan dengan menyebarluaskan jawaban via sms kepada siswa ini sangat kita larang. Karena kita ketahui bahwasanya dalam pelaksanaan UN tidak boleh ada siswa memasukkan HP ke dalam ruang ujian, tapi ini terjadi apakah karena ada unsure kesengajaan antara pihak sekolah dan pengawas. Jadi kecurangan sudah menjadi kerjasama yang baik antara kedua belah pihak” Kata Faisal Zakaria, Pengurus Besar persatuan Mahasiswa Keguruan Naggroe Aceh Darussalam (PB-PMK NAD).
Bukan hanya melalui SMS pengawas dan guru bidang study “menolong” siswa. Tapi jenis-jenis kunci jawaban tersebut banyak beredar di tempat keramaian yang sedikit rawan. Seperti di terminal angkutan umum, disinilah biasanya para sindikat itu beraksi.
Salah seorang alumni MAN 1 Takengon, bercerita pada crew Sumberpost, penjualan soal terjadi pada tahun mereka mengikuti UAN. Saat pulang sekolah selepas UAN, dan mereka melewati terminal angkutan. Seorang laki-laki berpenampilan preman menghampiri mereka dan menawarkan kunci jawaban. Untuk memperkuatkan keyakinan target, si penjual tersebut juga memperlihatkan salah satu soal yang akan di ujiankan besok.
“Ini lima puluh ribu, dek. Udah pasti keluar besok. Kalo nggak percaya lihat aja ini.” Kata Ida Wahyuni, sambil meniru ucapan preman tersebut dan memperagakan gaya memperlihatkan soal. 
Kenyataan yang di hadapi, keesokan harinya ternyata banyak teman-temannya di sekolah yang telah mendapatkan kunci jawaban itu, dan kebanyakan benar. Meski secara kebetulan. Bahkan pengawas sendiri memberikan jawaban pada menit-menit terakhir waktu ujian berlangsung.
“Kalau pengawas suka ngasih jawaban di kertas-kertas kecil gitu. Tapi  jawabannya nggak sama semua. Hanya beberapa yang di benarkan, mungkin asal mencapai target nilai kelulusan aja. Biar nggak ketahuan” Tambah mahasiswa IAIN ini. “tahun depan mudah-mudahan nggak terjadi lagi kayak begini. Kan kasihan kita lulus tapi tetap bodoh. Lulus kita nggak berbobot.” Harapnya.

Tidak ada komentar: