Rabu, 03 Oktober 2012

Singapura, I'm in Love!



Lion air mendarat di Changi Airport tepat jam 7 pagi waktu Indonesia, atau jam 8 pagi waktu Singapura.

Saya menatap keluar jendela. Rasa kantuk saya seketika hilang begitu dari udara terlihat jelas gugusan pulau-pulau kecil sekitar Singapura. Oh, indahnya…

Ketakjuban saya kembali terpesona begitu melihat hamparan hutan di tepi landasan Changi airport. Ternyata Changi juga terletak di tepi laut.

Saya dan beberapa penumpang lain beranjak dari bangku masing-masing dan keluar dari pesawat yang langsung terhubung ke gedung bandara.

Kalimat pertama saya ketika melangkah di gedung bandara yang dilapisi karpet hanya, “Wow…!! Singapura, I’m in love.” Kemudian saya lebih banyak diam. Takjub menatap keindahan interior negara Singapura.

Terngiang kembali kata-kata teman saya, Dewi Phoennadiyani, “Singapura itu kalau kita kitari seharian memang tidak habis. Dua harian juga tak akan habis. Apa sih yang nggak ada di sana? Dibandingkan dengan Cengkareng, nggak ada apa-apanya. Di situ lengkap. Mulai dari super market, toko baju juga ada. ibaratnya Changi itu sebuah kota dengan fasilitas lengkap.”

Ketika masuk ke toilet, saya kembali terpesona. Toiletnya bersih dan bernilai seni. Melihat lantai tioletnya, nggak sungkan untuk tidur di lantai. Pasti bakalan nyenyak sekali tidur saya di sini. Di luar toilet, semua sisi lantai diberi karpet ambal yang tebal. Enak untuk tiduran.



Nah, ada yang menarik dan terus saya pelototi selama di bandara. Di sini ada tiga etnis dominan. Etnis China, Melayu dan India. Etnis India begitu kentara dengan nilai-nilai seperti yang sering saya lihat di film-film Bollywood. Tapi pakaiannya tentu saja tidak seperti Kareena Kapoor.

Di sana saya bebas menggunakan bahasa apa saja. Inggris, Melayu, Indonesia atau mandarin. Saya juga tidak perlu memperkenalkan diri dari Indonesia ketika di bagian administrasi. Petugas yang menangani langsung berbicara dalam bahasa Melayu. Ada juga yang berbicara dengan bahasa Inggris. Untungnya saya bisa berbicara Inggris sedikit-sedikit.

Usai urusan di bandara, saya bersama dua teman turun ke lantai satu dan menyetop taksi. Tujuan kami ke Chua Chu Kang. Komplek apartemen yang ditempati olehh sepupu sepupu teman saya.

Di sana saya juga merasa seperti rumah sendiri. Apartemennya memang tidak begitu luas, tapi tertata apik. Saya beristirahat di kamar yang cukup nyaman meskipun kecil.

Dari jendela kamar saya bisa melihat jalanan di antara apartemen yang sepi. Gedung-gedung tinggi nan megah, dan saya kembali merekam kehidupan.

Entah mengapa, begitu tiba di Singapura ada rasa begitu nyaman menyusup ke hati. Padahal Singapura negara keempat yang ingin aku kunjungi setelah Jepang, United Kingdom dan New Zaeland. Ternyata Singapura adalah negara pertama yang ingin sekali kukunjungi.

Banyak orang memilih Singapura sebagai tujuan favorit belanja. Saya memang bukan penggila belanja, jadi tak pernah menikmati sensasi surga ketika masuk ke toko-toko di Singapura.

Kebiasaan saya ketika berada di luar negeri adalah mengkonversi mata uang setempat ke rupiah. Hal ini justru membuat saya tidak jadi belanja



Suatu hari saya di toko buku, saya embaca sebuah sinopsis buku. Sayangnya saya lupa judul dan pengarangnya. Buku itu berkisah tentang seorang anak yang terbangun dari tidur dan menemukan ibunya sudah meninggal dalam kubangan darah. Ibunya baru saja mengalami keguguran.  Membaca sinopsisnya saja saya sudah menangis. Tapi saya tidak membeli buku itu karena harganya 18 dollar. Jika dirupiahkan, nilainya 135 Ribu. Nilai 1 dollar Singapura sebesar 7500 rupiah.

Di kepala saya langsung terlintas kalimat, “Kemahalan. Di Indonesia pasti ada buku itu dengan harga yang lebih murah”.

Sukses!

Saya tidak jadi membeli buku itu.

Saya menyukai Singapura karena keindahan tata kotanya. Mungkin ada sudut-sudut Singapura yang tidak terlihat oleh saya. Mungkin di sana menyimpan kejorokan dan sisi buruknya. Tapi saya suka bunga-bunga yang bermekaran indah di sepanjang jalan.

Saya juga suka budaya yang beragam di sini. Sebelum menginjak Singapura, yang terlintas di kepala saya, di singgapura bahasa saya akan terrlatih. Baik itu Inggris ataupun mandarin.

Untuk saat ini, saya belum tahu apa alasan yang tepat untuk menunjukkan kesukaan saya pada Singapura.



Kumpulan Cerpenku, Kapankah?


Awal mula terpikir untuk membuat kumpulan cerpen bermula dua tahun lalu. Tepatnya saat cerpenku bebrjudul “Bunga Jiwa’ di muat di majalah KAWANKU pada bulan April 2012.

Waktu itu saya langsung terpikir untuk menjadikan ilustrasi cerpen majalah KAWANKU sebagai covernya. Saya sampai lebay men-tag teman-teman dengan maksud bercanda. Mereka yakin saya serius. Saya jadi tak enak hati dan merasa membohongi public. Walaupun saya tak pernah berniat begitu.

Kemudian saya berpikir, kepercayaan teman-teman harus menjadi motivasi bagi saya. Saya wajib melaksanakan niat baik untuk membuat kumpulan cerpen.

Langkah pertama yang saya lakukan cukup menggebrak ketidakpercayaan teman-teman dekat. Pasalnya saya mendadak produktif. Menulis satu hari dua cerpen dengan disiplin. Seminggu sekali mengirim cerpen-cerpen ke berbagai media. Meskipun kebiasaan baik itu hanya berlangsung satu bulan kurang tiga hari.

Langkah kedua, saya mengklasifikasikan cerpen-cerpen yang sudah dimuat. Mana yang pantas untuk genre remaja dan chic serta umum. Semangat saya kembali terrpukul karena cerpen saya tidak cukup. Jangankan tebalnya 200 halaman, 10 cerpen untuk satu genre saja tidak sampai.

Langkah ketiga, saya mencoba beristirahat sejenak yang berdampak benar-benar berisitirahat dan malas menulis.

Nah, tentunya muncul lagi tulisan saya di blog menjadi pertanyaan. Apakah mimpi itu akan bangkit lagi? Jawabannya bukan. Saya terinspirasi dengan seorang teman yang menelepon saya tengah malam.

Saya pikir dia akan mengganggu saya atau menuntut oleh-oleh dari saya. Ternyata dia sedang curhat sedang jatuh cinta dan tidak bisa memenddam perasaan. Dia tidak mau mengungkapkan pada si lelaki itu. Tapi ia ingin bertutur dalam fiksi. Agar perasaannya lega dan mengambil keuntungan dari sana.

Saya sempat bertanya, “Keuntungan apa? Penulis itu miskin, lho…”

Dia menjawab, “Kakak.. Aku ingin keuntungan berlipat ganda jika cintaku bertepuk sebelah tangan.”

Aku meminta penjelasannya, jawabannya membuatku tercengang.

“Bayangin kak, peluangku untuk ditolak itu 90%. Kalau aku ditolak, menulis itu jadi obat hati untukku. Aku juga bisa jual kisah-kisahku untuk modal beli tissue. Enak saja cinta buatku rugi. Cinta tetap harus menguntungkan” Jawaban yang cukup komersil.

Paginya aku langsung membuat sebuah artikel. Kucoba mengirimkan ke harian local. Menunggu beritaku muncul di halaman pertama dan aha…!! Semoga ada duitnya.

Tapi tidak mesti duitnya, aku berharap bisa mengumpulkan cerpen-cerpenku lagi. Bisa membukukannya suatu saat. Bisa pula melongok rekening setiap bulan, bahwa ada angka-angka dalam bentuk rupiah mengalir ke rekeningku. Dengan tersenyum kukatakan pada anak cucu, “Ini royalti mama, nak.”

Selasa, 02 Oktober 2012

Flowery ^_^



Kata orang Takengon itu tanah surge. Apa saja yang ditanam pasti tumbuh. Saya bukan sarjana pertanian. Saya tak paham masalah itu. Saya hanya tahu kalau Takengon bunga-bunga tumbuh subur. Mekar indah.

Sejak pindah rumah ke komplek pertanian, rumah saya nyaris gersang. Tak ada bunga-bunga yang indah seperti masa rumah di atas bukit. Lebaran tahun 2012, saya sempatkan memotret bunga-bunga yang tersisa di rumah saya sekarang. Semoga saja sepuluh tahun ke depan, jika saya sudah punya keluarga sendiri, punya kehidupan sendiri, catatan ini menjadi kisah klasik untuk masa depan.
 
Bunga Bougenville.





Bugenville jingga ini sebenarnya ada perpaduan dengan merah muda. Dulu bunganya sangat rimbun. Hampir tak ada daunnya. Ayah menanamnya di taman atas tempat biasa kamu main perosotan. Rencananya bunga itu akan dibuat rindang, seperti payung. Kemudian di bawahnya akan ditaruh kursi. Sayangnya itu tidak selesai. Kesibukan Ayah di kebun menciptakan bentuk yang payung setengah dari bunga bugenvil jingga-merah muda ini. Akhirnya adik saya hanya meletakkan kursi kayu di sini.








Bugenvil ungu muda ini dulunya tumbuh tinggi. Merambat hingga ke pohon avocado yang menjulang tinggi. Jika musim bunga tiba, daunnya hanya terlihat sedikit. Selebihnya bunga semua. Indah sekali. Sayangnya waktu itu belum ada hape. Tidak bisa narsis sesuka hati seperti sekarang.





Bugenvil merah yang ini saya tidak tahu asal muasalnya dari mana. Saat saya masih tinggal di Takengon dan menghabiskan masa kecil di villa putih, bunga ini belum ada. saya menduga bunga itu memang ada setelah pindah ke komplek pertanian. Mungkin saja mamak mendapatkan benihnya dari tetangga. Sudah lama saya ingin bertanya. Tapi selau lupa dan lupa.

 Bunga Anjelia

Tidak tahu dari mana asal nama itu. Tak tahu juga apa nama latin bunga ini. Saya melihatnya pertama kali ketika masih rumah di bukit ilalang. Di sana bunga ini ada beberapa macam. Warnanya indah, mahkotanya besar. Dari bunga-bunga yang dirawat oleh mamak, bunga inilah yang paling manja. Disebut manja karena perawatannya sangat ekstra. Beda dengan bunga-bunga-bunga lainnya.





Bunga ini harus disiangi sebulan seminggu sekali. Tanahnya dicongkel-congkel sampai gembur. Waddahnya juga mesti di pot, kalau tidak perkembangannya lambat. Tanahnya selalu diberi pupuk kandang. 

Bunga Ketumbar

Pertama kali saya melihat bunga ini ketika masih duduk di bangku Tsanawiyah. Di bekalang toilet rumah yang jaraknya 10 meter dari rumah, saya melihat tumbuhan seperti daun seledri. Bunganya kecil-kecil warna kuning. Bentuknya seperti gambar salju. Ketika saya memegang dan mencium aromanya, bau sekali. Saya hampir muntah karenanya. Belakangan saya baru tahu kalau itu bunga ketumbar.

Bunga Jambu Klutuk (Guava)

Pernah melihat bunga jambu klutuk (guava)? Mungkin bagi sebagian orang tidak menarik sama sekali. Bagi saya bunganya ini sangat indah dan menarik. Jangan tanya kenapa? Saya tertarik dengan bunga ini.

Bagi saya ada filosofi yang tak bisa saya jelaskan dari bunga guava ini.

Bunga Jeruk

Sekilas memang terlihat seperti bunga melur. Tapi percayalah aromanya yang segar menyadarkan kita bahwa jeruk yang buahnya sering kita nikmati itu punya bunga yang indah pula. Saya kerap menikmati bunga jeruk pada awal Maret, namun baru kali ini saya berkesempatan memotretnya.

Bunga Mawar

Di halaman rumah panggung saya sekarang ada beberapa jenis mawar. Kebanyakan memang bunga mawar kecil-kecil yang ditanam di dalam pot dan bunganya bergerombol. Ada yang berwarna merah dan putih. Tapi saya ingin memiliki yang berwarna ungu dan jingga atau kuning.

Mawar ungu dan jingga mengingatkan saya pada kisah Maya Kitajima dan Masumi Hayami di serial Topeng Kaca. Komik itu pertama kali saya baca ketika duduk di kelas lima Sekolah Dasar atas saran teman saya, Maulidar. 
  
Di rumah sekarang, saya punya tanaman mawar yang di bawa ntah dimana. Kata adik saya, itu hasil pembelajarannya selama menempuh pendidikan di RSBI SMPA Saree. Perkawinan mawar merah dan putih akan menghasilkan bunga paduan merah putih yang indah sekali.

Faris dan Gaya ABG Masa Kini

Kami memanggilnya Ais. Nama lengkapnya sama sekali saya tak tahu. Hanya sedikit saya mengetahuinya, Faris. Dia anak pertama dari tetanggaku, kami memanggilnya kak Linda.
Siang itu saya sedang mengutip kopi di kebun bersama adik laki-laki pertama dan mamak saya. Sayup-sayup di antara kelelahan, saya mendengar suara motor yang meraung-raung mendekati ke kebun. Lalu adik saya mengahmpirinya. Mereka berbincang agak lama.
“Yok, Mi. Aku ajarkan cara merawat kopi” Kata ayah Faris pada adik saya. Fahmi, adik saya mengikutinya. Kemudian mereka berbincang beberapa saat. Saya pikir, itu sejenis tutorial singkat cara merawat kopi.
Faris ikut bersama Omo-nya (panggilan Faris untuk ayahnya). Sementara saya memilih duduk di gubuk sambil membalas sms masuk. Waktu itu saya melihat Faris mencuri-curi lihat ke gubuk tempat saya berdiam.
“Kemari Faris. Kita foto-foto” Kata saya asal.
Awalnya saya berpikir simpel. Anak-anak paling suka diajak berfoto-foto. Gaya mereka sederhana dan tak ada yang menarik jika tahu di foto. Pasti berdiri tegak sambil menahan nafas dan tak ada senyum.
Ternyata saya salah. Faris dengan santai mendekati motor Astrea Grand omonya dan tersenyum. hanya begitu? Tidak.
Faris mengangkat kaki kanannya layaknya abg-abg sekarang jika berfoto. Tersenyum lebar dan tangan kanan di pinggang. Sementara tangan kiri memegang motor. Halah! Saya ngakak sejadi-jadinya melihat gaya anak itu. Ternyata anak di bawah umur pun sudah jago bergaya model.



Note:
Saya jadi ingat perbincangan saya dengan ibu kos lama saya. Kata beliau, anak jaman sekarang dan jaman dahulu berbeda. Anak sekarang kalau lihat kamera langsung tahu au bergaya seperti itu. Sementara anak-anak jaman dulu masih risih bila melihat kamera.

Rabu, 26 September 2012

China Hargai Orang Asing

MALAM mulai gelap ketika Xiamen Airlines mendarat di Xiamen Airport, Provinsi Fujian, Cina. Bersama 46 warga Indonesia lainnya kami menuju bagian kedatangan dan langsung ke imigrasi. Berbeda dengan di Bandara Internasional Changi Singapura, bahasa Inggris hampir tak terdengar dari petugas Bandara Xiamen.

Hampir semua peserta Indonesia yang berangkat ke Xiamen dalam training bahasa Mandarin ini berasal dari etnis Cina. Sebagian besar malah sudah pernah ke Cina. Bersama seorang teman lain dari Aceh, saya hanya mendengar cerita mereka yang pernah ke sini.

Kebanyakan orang mengatakan Cina itu tak bersahabat terhadap muslim. Selain makanan halal yang sukar didapat, kondisinya juga sulit bagi orang asing untuk beradaptasi.

Tapi beberapa hari di Cina, saya merasakan kebalikannya. Pada awal perkenalan kampus, kami dibawa oleh dua orang panitia dari Hanban untuk tur kampus. Satu per satu gedung dijelaskan dengan detail.

Kampus besar ini memiliki fasilitas seperti layaknya sebuah kota. Kebanyakan dosen dan mahasiswa berjalan kaki. Di salah satu sudut kampus, terdapat sebuah minimarket yang menjual kebutuhan harian. Buka hingga larut malam. Kami membeli beberapa makanan yang mampu mengganjal perut. Teman saya memberi tahu mana yang layak disentuh dan yang tidak.

Ketika ke luar dari minimarket, seorang guide mendatangi saya. “Ni de muslim ma?” Dia bertanya, apakah saya muslim. Saya mengangguk dan berkata `dui’ yang berarti benar.

Dalam sekejap ia sudah menjelaskan kepada saya bahwa di kampus itu tersedia rumah makan muslim. Dulunya berada di salah satu gedung kantin lantai satu. Tapi sekarang sudah pindah ke lantai tiga. Ia juga mengeluarkan peta dan menunjukkan kepada saya rute yang harus saya lalui menuju restoran muslim itu. Semua makanan di tempat ini dijamin halal, karena diolah oleh muslim.

Saya mengangguk-angguk saja. Sebelumnya Rizni, alumnus magister pendidikan bahasa Mandarin di Xiamen University sudah menjelaskannya kepada saya. Guide kami berbicara sangat cepat dan saya pun tak mengerti semua apa yang dia ucapkan. Tapi mengetahui intinya saja sudah cukuplah.

Xiamen University adalah sebuah kampus berstandar internasional yang menduduki peringkat sepuluh besar di Cina. Kampus ini dulunya bernama Universitas Amoy, sebutan untuk warga Xiamen. Maka, jangan heran bila setiap sudut kampus tertulis Universitas Amoiensis. Nama Amoeinsis dilakabkan oleh orang-orang Eropa yang mendirikan kampus ini. Tapi sekarang dunia internasional lebih mengenalnya dengan nama Xiamen University atau Xiamen Daxue. Orang-orang kerap menyingkatnya dengan sebutan Xiada.

Banyak orang asing yang berkuliah di sini. Tidak hanya dari belahan Asia dan Eropa, tapi juga Afrika. Beberapa muslim dari berbagai belahan bumi kerap saya temui di kantin muslim.

Salah seorang peserta yang banyak tahu masalah akulturasi budaya di Xiamen menjelaskan, “Pemerintah Cina mewajibkan setiap kampus menyediakan kantin muslim. Selain agama Tao dan beberapa agama lainnya, agama Islam salah satu agama yang diperhatikan di Cina. Meskipun tak ada masjid, tapi antara satu agama dan agama lainnya saling menghargai di sini. Orang-orang Cina juga sangat menghargai kehadiran orang asing, meski mereka tak sedikit pun menggeser budaya aslinya karena pengaruh budaya para pendatang.”

Mendengar penjelasan itu, saya langsung teringat saat pertama masuk Xiada bahwa kepada saya diberi tahu letak kantin muslim.

Rabu, 12 September 2012

Facebook di China


Awal September sampai pertengahan September aku mendapat kesempatan menjejakkan kaki di China. Awalnya kami semua mengira akan ke Beijing. Terbayang sudah berfoto di great wall, belanja murah dan sederet agenda traveling lainnya sudah saya susun.

Kenyataannya, saya dan teman saya amat terkejut ketika pesawat mendarat di Xiamen Airport dan kami dibawa dengan bus ke daerah Xiamen Daxue.

Sebelumnya saya memang sempat mendengar dari teman saya bahwa di China tidak bisa mengakses Facebook sebebas di tanah air. Saya tidak percaya karena kami masih menjalin komunikasi via Facebook. Tapi setelah saya melihat kenyataannya di China, saya baru percaya.

Saya baru bisa akses jejaring sosial setelah hari ketiga di Xiamen. Itu juga karena teman saya yang sedang kuliah di Nanchang mengirimi saya aplikasi freegate untuk membuka Facebook.

Note:
Saat saya menulis blog ini, saya sedang berada di Xiamen, China.
^_^


Maaf, bila sedikit narsis. Narsis juga manusia.

Rabu, 01 Agustus 2012

Cathar: "United Kingdom, My Second Dream"



Apa negara impianku setelah Jepang? Jawabannya United Kingdom. Mungkin banyak yang menganggap ini biasa saja. Tak ada yang istimewa selain melihat jam big ben di London atau tentara Inggris dengan seragam merah dan topi kribo warna hitam. Atau sedikit lebih elit dengan bahasa lain, melihat Pangeran William atau Pangeran Harry.

Aku tidak terpikir untuk itu.

Lagi-lagi komik menjadi alasan aku untuk ke negara kesatuan Inggris itu. Pertama sekali aku ingin menjejakkan kaki di Inggris karena Putri Diana. Ya, waktu itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Putri Diana meninggal karena kecelakaan mobil. Siaran langsung prosesi persiapan sampai pemakaman Putri Diana disiarkan di TVRI. Aku mengikuti prosesi itu dari awal sampai akhir. Saat keluarga menitikkan air mata, aku juga ikut menitikkan air mata.

Tiba-tiba saja aku ingin ke Inggris. Melihat kerajaan yang dipimpin oleh Ratu Elizabeth itu.

Kemudian komik, judulnya Candy-Candy. Latar belakang kota Scotlandia dan sejenisnya membuat aku benar-benar jatuh cinta berminat untuk menjejakkan kaki di kota Scotlandia. Aku pikir, belakangan aku suka mensearching di google picture all about Scotland. Meskipun tidak puas, aku ingin benar-benar bisa ke sana.

Aku suka mendengarkan music Celtic, iramanya cceria dan menggugah. Tapi awalnya tak setergila-gilanya ppada Inggris.

Pada tahun 2008, aku berkesempatan bekerja di NGO kemanusiaan, Irish Red Cross. Di sana aku bersama teman-teman banyak mempelajari all about Irlandia. Lagi-lagi aku menemukan bahwa banyak budaya di belahan dunia ini yang indah dan menarik.

Keinginanku semakin kuat ke negara itu ketika dua orang Irlandia asli datang ke kantor dan berbincang-bincang dneganku. Kulitnya putih mulus, tinggi, matanya biru. Luar biasa. Aku ingin menjejakkan kaki di Irlandia.

Aha!


LOMBA CERITA HARI ANAK NASIONAL 2012

DL: 31 Agustus 2012
Tema: "Aku Melawan Korupsi"
*15 Tulisan Nominator Dibukukan Cetak Nasional
Tujuan:
Akhir-akhir ini sangat menyentak kesadaran kita mengenai fenomena maraknya terungkap kasus korupsi yang melibatkan elit-elit politik, dan lebih mirisnya yang terjerat hukum gara-gara korupsi itu adalah para pemimpin yang seharusnya mereka adalah panutan bagi bangsa ini. Hal ini sangat terkait dengan minimnya pendidikan "bahaya korupsi" dan dampaknya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di bangku sekolah. Sekarang ini sudah ada pendekatan "melawan" korupsi yang dikenalkan pada anak-anak sekolah dasar dan menengah pertama.
Untuk menunjang program pemerintah mengenai pendidikan antikorupsi sejak dini, kami merasa terpanggil untuk membuat lomba cerita anak yang bertemakan tentang korupsi, bagaimana anak-anak dengan kepolosan dan kejujuran mereka bisa menjadi "alarm" dan pencegahan untuk menghindari tindakan korupsi sekecil apapun itu. Dengan cerita-cerita ini, pesan "melawan" korupsi akan lebih mudah dicerna dan dipahami oleh anak-anak usia SD dan SMP. Sehingga anak-anak bisa menyerap nilai-nilai kejujuran, moral dan agama dari cerita-cerita tersebut.
Kriteria Cerita:
  1. Cerita seputar dunia anak-anak yang berkaitan dengan semangat "melawan korupsi" yang bisa ditumbuhkan sejak usia dini. Tema ini bisa dijadikan menjadi topik-topik sederhana bagaimana seorang anak yang jujur mengembalikan milik orang lain, tidak mengambil punya orang lain, tidak menipu, berbohong dan menanamkan jiwa disiplin supaya tidak sering malas sekolah atau ogah-ogahan menyelesaikan tugas (korupsi waktu), dan cerita-cerita lain yang ada hubungannya dengan "korupsi" dalam lingkup yang lebih luas di dunia anak-anak.
  2. Cerita anak ini berisi tentang pesan-pesan moral, kejujuran, kedisiplinan, ketaatan pada ajaran agama yang melarang melakukan korupsi atau tindakan yang bisa menjadi kebiasaan orang melakukan korupsi.
  3. Tokoh utamanya adalah anak-anak (usia 6-15 tahun).
  4. Menggunakan bahasa yang sederhana, lugas, cara bercerita yang mengalir, pesan yang disampaikan mudah dipahami anak-anak.
  5. Tidak menggunakan bahasa-bahasa vulgar, asusila, SARA dan kata-kata yang tidak pantas dibaca anak-anak.
  6. Panitia bisa menganulir naskah yang tidak sesuai dengan kriteria cerita yang kami inginkan di atas.
Syarat Penulisan:
  1. Terbuka untuk umum dan Writing Revolution, gratis.
  2. Maksimal mengirimkan 2 tulisan.
  3. Panjang tulisan 3-5 hlm, spasi 2, New Time Roman font 12, margin 3 cm atau 1,18 inchi semua sisi.
  4. Naskah dikirimkan dalam format LAMPIRKAN FILE (Attach File) ke email:antologi_wr@yahoo.co.id
  5. Tulis judul email: Lomba Cerita Anak
  6. Diharapkan mempublikasikan informasi lomba ini di note FB (minimal tag 30 teman) atau Blog.
Hadiah:
  • Juara I: Uang tunai Rp 300.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
  • Juara II: Uang tunai Rp 200.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
  • Juara III: Uang tunai Rp 100.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
  • 3 Juara Harapan mendapat beasiswa Sekolah Menulis Cerpen Online (SMCO) Writing Revolution (ditambah 1 buku bukti terbit + e-sertifikat).
  • Setiap nominator mendapatkan buku 1 bukti terbit + e-sertifikat.
Sistem Penerbitan Buku:
  • 15 tulisan terpilih sebagai nominator akan dibukukan, cetak nasional, masuk Gramedia, Togamas, Gunung Agung, dll.
  • Setiap kontributor mendapatkan royalti dan buku bukti terbit.
  • Buku diterbitkan Oktober
Sponsor:
Pengumuman: 15 September 2012
Kontak Panitia:
Telp. 0274-8593096
Hotline. 085763208009
E-Mail: antologi_wr@yahoo.co.id

Selasa, 31 Juli 2012

Cathar: "Hanami Ini Aku Akan Pergi"






Melihat beberapa album temanku yang di seberang benua sana, aku ingin segera menyusul. Tak perlu di benua lain, setidaknya alam yang berbeda di benua yang sama. Aku pilih Jepang. Kota impianku yang singgah dan pergi dalam waktu berselang detik, aku igin segera singgah.


Hanami tahun ini....

Aku ingin segera ke sana. Tanpa memikirkan bagaimana hambatan besar itu menahan langkahku. Satu hal yang pasti, aku tak bisa bergerak dan bernapas dengan udara penggap kehidupan sekarang.


Cuek.

Itu alasan pertama aku ingin segera menikmati mahkota sakura pada hanami nanti. Apakah kamu akan belajar memahami diriku seperti siang dan matahari. Ia tak hanya memberi terang, tetapi memberi kehidupan bagi makhluk yang menikmati siang.


Hanami tahun ini...

Aku ingin gapai. Tak peduli keterbatasan apa yang menghadangku nanti. Aku hanya ingin pergi. Pergi meninggalkan jejak lalu...

Cathar: "Jepang, Mimpi Pertamaku"


Dari awal, sejak aku mengenal komik "Topeng Kaca", aku sudah menyukai negara berjulukan matahari terbit. Dari komik itu pula secara tak langsung aku mengenal sisi lain Jepang. Budayanya, kemolekan gadis-gadisnya dan bahasanya.

Ada beberapa kosa kata Jepang yang aku dapat justru dari membaca komik, bukan dengan les secara khusus. Belakangan, saat aku meman tapkan ingin ke Jepang, barulah aku ingin sekali belajar bahasa Jepang. Tapi kondisi finansialku dan fasilitas di kotaku kurang mendukungku untuk meraih mimpi.

Aku tak kekurangan usaha.

Segala bentuk beasiswa aku coba aplly dengan tujuan bisa melihat hanami di bulan Maret. Sayangnya dari beberapa keinginan yang aku tambatkan, satupun tak jadi hakku.

Saat aku mengajukan beasiswa ke Universitas Aga Khan di Inggris, aku membuat rencana penelitian tentang kaitan busana Kimono dengan perintah menutup aurat bagi kaum muslimah. Aku merasa ada keterkaitan antara keduanya.

Saat aku berencana mengambil jurusan "Kebijakan Publik" di program Australia Development Scholarship (ADS), aku pun tak ketinggalan mengutip tentang kebudayaan Jepang. Dalam hal ini aku menulis perencanaan yyang kata orang sedikit ekstrim, yaitu harakiri sebagai bentuk budaya malu dalam korupsi di Jepang.

Memang aku sadari, belum tentu pihak pemberi beasiswa akan membiayai untuk penelitian ke Jepang. Tapi dalam hal ini aku berharap dan sangat berharap akan ada yang akan membiayai soal ini.

Selain itu, banyak sekali keinginan-keinginanku yang berkaitan dengan Jepang.

Selama ini aku akan membeli buku-buku yang berkaitan dengan Jepang. Baik itu buku bacaan berat ataupun novel dengan latar belakang Jepang yang ditulis oleh orang Indonesia. Berharap suatu saat nanti aku juga akan menulis kisah tentang seseorang dengan latar belakang Jepang.

Aku suka sakura. Menurutku bunga yang selalu mekar dan mempesona Jepang ketika musim semi itu menkjubkan. Aku jatuh cinta pada bunga sakura pada saat membaca komik dan melihat keindahan mahkota sakura yang terlukis di Topeng Kaca.

Masakan Jepang. Beberapa di antaranya sudah aku coba. Meskipun tidak seenak aslinya. Nah, satu hal yang belum kesampaian sampai sekarang selain mengunjungi dan menikmati budayanya secara langsung. Aku ingin pakai Kimono dengan gambar bunga sakura.

Suatu saat, akan tiba waktunya aku mewujudkan mimpiku di negeri sakura.

Kamis, 05 Juli 2012

Cathar: "Arti Hadirmu"




"Sebentar lagi makanan kamu sudah datang, sayang" Ujar Miyake kepadaku. Ia tersenyum manis, senyum yang amat aku sukai sampai kapanpun. Ya, sampai akapanpun.


Kubuka tasku, untuk memastikan adakah yang tertinggal di sana. Mungkin kotak kecil berbalut beludru merah pemberian Ibu sudah tak ada atau terselip di antara buku-buku mahasiswaku.


"Kamu lihat apa?" Tanyanya penasaran. Ia ikut melongok ke dalam tasku. Cepat kututup sebelum ia melihat kotak beludru merah itu.


"Bukan apa-apa. Cuma mastiin aja, apakah ponselku tertinggal di kampus" Kataku tenang. Seulas senyum tersungging dari bibirku.


"Oh, aku pikir kenapa. Akhir-akhir ini kamu lebih sering pelupa, sayang. Mungkin kamu terlalu capek. Ingat, setelah kita menikah, kamu tidak boleh bekerja sekeras ini ya" Ucapnya lembut. Aku hanya mengangguk. Tak bisa berjanji lebih.


Kami saling diam beberapa saat, sampai seorang pelayan berwajah bule membawa hidangan. Senyumnya tak lepas ketika meletakkan satu persatu menu di meja.


Malam ini luar biasa, Miyake memesan banyak menu. Menurutku Miyake terlalu ekonomis, pesanan tak perna lebih dari dua macam. Paket makan siang dua porsi. Satu untukku dan satunya lagi untuknya. Kali ini luar biasa, ia memesan sayur, es krim dan banyak lagi. Tak terbayang dimana letak semua makanan itu nantinya.


"Jangan heran, ini kejutan untuk kamu, Ria" Senyum Miyake melebar.


MAtaku menyipit ketika mencomot ayam panggang. Kejutan?


Aku pernah membaca di majalah-majalah. Orang yang sedang bersalah selalu memperlakukan kita istimewa untuk menutup kesalahannya. Biasanya kesalahan itu adalah kesalahan apabila ia telah atau sedang berselingkuh. Mungkinkah?


"Janjiku, Ria. Kalau aku berhasil mendapatkan pekerjaan itu, aku akan mentraktir kamu apapun yang kamu mau" Katanya seolah bisa membaca pikiranku.


"Apa?"


"Yaaa, kamu kan minta ini. Semuanya sudah aku catat di kepala. Dan begitu berhasil, aku tak mau menunda" Jelasnya.


Aku menarik napas lega. Wah, andai saja sebaliknya. Tak terbayangkan bagaimana aku saat ini. Mungkin aku pingsan di sini, kemudian beberapa orang pelayan di sini akan sibuk membantu Miyake mengangkatku ke dalam angkot. Miyake dengan tatapan dan tangis penyesalan memohon-mohon maaf padaku.


Ah, itu hanya sebuah khayalan tak berguna.


Uhuukkkk... Uhuukkk!!


"Ria, kamu kenapa?" Miyake menyodorkan segelas air putih. Cepat-cepat kuteguk. Untuk meyakinkan dia aku baik-baik saja, aku jawab dengan gelengan kepala.


Tatapan Miyake cukup khawatir. Sebenarnya ingin kukatakan sejujurnya. Aku sedang berimajinasi tentang dirinya. Rasanya bukan waktu yang tepat.


Selera makanku lenyap seketika.


"Kak Rianayu..." Sebuah suara menyentakku. Aku menoleh ke samping, ke arah suara.


Wajah itu... sepertinya aku mengenalnya. Tapi kapan?


"Cepat sembuh. Kita selesaikan Secret Caves bersama-sama lagi. Kita tidak akan menempelnya di mading sekolah, kak. Kita akan bukukan. Kita jadikan novel. seperti mimpi kakak dan aku dulu. Kakak masih bisa mewujudkannya. Kakak bisa mewujudkan mimpiku." Suaranya lirih.


Aku terpana.


Aku menoleh ke arah Miyake. Tapi... ia tak lagi di tempatnya. Orang-orang di sekelilingku juga tak ada.


Aku menggigil. Tatapan sedih gadis itu....


*


Aku terbangun dengan peluh mengucur membasahi bantal, selimut dan baju. Cepat-cepat kuraih ponselku, jam digital menunjukkan angka 4.30 WIB. Azan Subuh belum berkumandang, suara lantunan ayat sucipun belum terdengar. Malam begitu sepi. Hanya nyanyian nyamuk di luar kelambu yang terus konser hingga matahari menerobos celah dinding.


Sebuah sms. Dari Miyake. Udah tidur, Ria?


Aku meletakkan kembali ponselku di dekat bantal. Kucoba memejamkan mata lagi. Tapi bayang-bayang gadis itu. siapa dia? mengapa dia mengatakan Secret Caves? Apa itu?


*


Jam menunjukkan pukul 10 pagi.


Suara gaduh di luar kamar begitu nyata mengganggu indra pendengaranku. Siapa lagi kalau bukan petugas piket di asrama.


Agak malas aku angkat badanku yang mulai turun panasnya setelah menenggak 4 butir pil dari dokter setiap habis makan. Tak ada pula sms dari Miyake yang menanyakan sudah bangun atau belum. Semua begitu biasa. Kecuali.... bayang-bayang mimpi semalam.


Sambil memanaskan air di dispenser, aku mengingat-ingat wajah gadis itu. Dimana aku pernah melihatnya.


Lima menit. Sepuluh menit. Setengah jam.




Sandra.


Dia Sandra. Gadis itu adik kelasku saat duduk di bangku SMU. Ia meninggal sebelum mading terbit di bulan Maret. Cerita bersambung yang kami gagas berdua berjudul Secret Caves, akan lima episode lagi. Tapi sebelum lima episode terakhir terbit, sebuah tabrakan maut ikut merenggut nyawanya.


Aku kini menyadari arti hadirnya, ia ingin aku tetap menulis, melanjutkan Secret Cave. Ya, ide cerita itu masih tersimpan rapi di memori otakku. Namun hingga detik ini, aku tak pernah mencoba mengeluarkannya. Sejauh ini, aku menganggap itu adalah hak ciptanya, bukan aku.


Banda Aceh, 26 Februari 2012