Jumat, 15 Maret 2013

Dangao Ayi Niar


Dangao (baca: tankao), dalam bahasa mandarin berarti kue tart. Bisa berupa kue ulang tahun, blackforest atau makanan sejenisnya yang terlihat menarik dan tak sabar dijamah. Coba saja jika melewati toko bakery, tentu keinginan untuk memilikinya lebih besar daripada memakannya. Sekalipun sekedar untuk di pajang.


Minggu pagi, tanggal 24 Februari 2013, kelas bahasa mandarin di BKPBM berakhir. Hari ini semua siswa mengikuti ujian akhir berupa ujian tulis dan ujian praktek. Ujian tuliis terdiri dari ujian mengarang dan menulis karakter han. Sementara ujian praktek dilatih untuk bicara yang mempunyai dua nilai sekaligus, bicara dan mendengar.

Saat ujian praktek berlangsung, saya keluar dari ruang tempat saya biasa bersemedi dengan pekerjaan. Saya duduk di kelas bersama para siswa lain yang berwajah kaku. Tegang menghadapi ujian. Satu orang selesai, yang lainnya masuk. Mereka bergantian masuk ke ruang ‘semedi’ dan siap untuk mengikuti ujian.

Mata saya menangkap sebuah kotak besar dua warna. Putih dan pink. Saya dapat menebak, itu adalah kotak yang berisi kue. Saya penasaran apa isinya. Tapi saya tak berani untuk menanyakan pada mereka apa isinya. Biasanya, ayi Niar akan membawa dangao untuk semua teman-teman sekelas. Saya tentu saja kebagian walau Cuma sepotong.

Dangao ayi Niar lembut dan lezat. Rasanya pas. Jika biasanya kita menikmati kue tart yang membuat neg. Dangao ayi Niar tidak memberikan kesan seperti itu. Justru ayi niar membuat dangao yang sangat lezat.

Beberapa kali kami menanyakan bagaimana bisa ayi Niar membuat dangao yang begitu lezat. Ia hanya tersenyum. Sekelipun tak menceritakan apa yang membuat semua sajiannya begitu tak tertandingi.

Ilham, cowok tamatan SMU yang baru berusia 19 tahun dan berwajah tampan seperti actor Korea malah sangat menyukai dangao ayi Niar. Ia kerap membungkus dangao ayi Niar untuk dibawa pulang.


Hari ini, dangao yang dibawa oleh ayi Niar jauh lebih besar dari biasanya. Kremnya banyak, hiasan bunga mawar warna merah muda berjejer cantik menggugah selera. Di sana ada tulisan “Xie xie laoshi.. Women hen gaoxing jintian”. Artinya kira-kira begini, “Terimakasih guru, kami sangat senang hari ini”.

Saya pernah belajar bahasa mandarin, di kelas saya dijelaskan bahwa keterangan waktu diletakkan di depan. Seharusnya jintian diletakkan di sebelum kata women. Tapi tentu saja masih banyak pendapat lain dalam penggunaan grammar. Saya sendiri bukan ahlinya. Percakapan saja saya masih tek duk tralala. Bingung tingkat tinggi.

Kembali ke cerita dangao.

Kami semua sangat mengharapkan dangao itu segera dipotong. Sebelum dangao dipotong, saya bersama para xuesheng berpose genit dengan kue besar. Misliani dengan girang selalu berniat untuk berpose sendiri di dekat dangao. Sayangnya keinginannya sulit tercapai selama ada saya di sampingnya. Saat posenya sudah bagus, saya selalu mencuri pose di sampingnya. Meskipun pada akhirnya aksi nakal saya berakhir juga. Saya menjepret pose Misliani memotong dangao.



Ketika sesi makan-makan dangao berlangsung, Ika, laoshi mandarin yang aktif saat ini membisiki saya sesuatu. “Kak, kita privat buat dangao sama bu Niar, yuk. Dasarnya saja, untuk hiasan kita belajar sendiri.”

“Bisa. Ayuk.” Kata saya. Sebenarnya dalam hati saya meragukan juga kata ‘ayuk’ yang saya ucapkan. Sejauh ini saya belum punya gairah untuk membuat kue-kue. Apalagi sejenis dangao yang cantik seperti ayi Niar punya.

Saat ini saya hanya ingin belajar menyajikan masakan sederhana tapi menggairahkan untuk keluarga. Seperti bahan dasar tempe, tahu, sayuran, atau ikan. Tentu saja ini akan selalu dinanti. Tapi belajar membuat dangao bukan ide yang buruk. Mungkin saya bisa memulainya dengan membuat ukuran kecil. 

Tidak ada komentar: