Lion air
mendarat di Changi Airport tepat jam 7 pagi waktu Indonesia, atau jam 8 pagi
waktu Singapura.
Saya menatap
keluar jendela. Rasa kantuk saya seketika hilang begitu dari udara terlihat
jelas gugusan pulau-pulau kecil sekitar Singapura. Oh, indahnya…
Ketakjuban
saya kembali terpesona begitu melihat hamparan hutan di tepi landasan Changi
airport. Ternyata Changi juga terletak di tepi laut.
Saya dan
beberapa penumpang lain beranjak dari bangku masing-masing dan keluar dari
pesawat yang langsung terhubung ke gedung bandara.
Kalimat
pertama saya ketika melangkah di gedung bandara yang dilapisi karpet hanya,
“Wow…!! Singapura, I’m in love.”
Kemudian saya lebih banyak diam. Takjub menatap keindahan interior negara
Singapura.
Terngiang
kembali kata-kata teman saya, Dewi Phoennadiyani, “Singapura itu kalau kita
kitari seharian memang tidak habis. Dua harian juga tak akan habis. Apa sih
yang nggak ada di sana? Dibandingkan dengan Cengkareng, nggak ada apa-apanya.
Di situ lengkap. Mulai dari super market, toko baju juga ada. ibaratnya Changi
itu sebuah kota dengan fasilitas lengkap.”
Ketika masuk
ke toilet, saya kembali terpesona. Toiletnya bersih dan bernilai seni. Melihat
lantai tioletnya, nggak sungkan untuk tidur di lantai. Pasti bakalan nyenyak
sekali tidur saya di sini. Di luar toilet, semua sisi lantai diberi karpet
ambal yang tebal. Enak untuk tiduran.
Nah, ada
yang menarik dan terus saya pelototi selama di bandara. Di sini ada tiga etnis
dominan. Etnis China, Melayu dan India. Etnis India begitu kentara dengan
nilai-nilai seperti yang sering saya lihat di film-film Bollywood. Tapi
pakaiannya tentu saja tidak seperti Kareena Kapoor.
Di sana saya
bebas menggunakan bahasa apa saja. Inggris, Melayu, Indonesia atau mandarin.
Saya juga tidak perlu memperkenalkan diri dari Indonesia ketika di bagian
administrasi. Petugas yang menangani langsung berbicara dalam bahasa Melayu.
Ada juga yang berbicara dengan bahasa Inggris. Untungnya saya bisa berbicara
Inggris sedikit-sedikit.
Usai urusan
di bandara, saya bersama dua teman turun ke lantai satu dan menyetop taksi.
Tujuan kami ke Chua Chu Kang. Komplek apartemen yang ditempati olehh sepupu
sepupu teman saya.
Di sana saya
juga merasa seperti rumah sendiri. Apartemennya memang tidak begitu luas, tapi
tertata apik. Saya beristirahat di kamar yang cukup nyaman meskipun kecil.
Dari jendela
kamar saya bisa melihat jalanan di antara apartemen yang sepi. Gedung-gedung
tinggi nan megah, dan saya kembali merekam kehidupan.
Entah
mengapa, begitu tiba di Singapura ada rasa begitu nyaman menyusup ke hati.
Padahal Singapura negara keempat yang ingin aku kunjungi setelah Jepang, United
Kingdom dan New Zaeland. Ternyata Singapura adalah negara pertama yang ingin
sekali kukunjungi.
Banyak orang
memilih Singapura sebagai tujuan favorit belanja. Saya memang bukan penggila
belanja, jadi tak pernah menikmati sensasi surga ketika masuk ke toko-toko di
Singapura.
Suatu hari
saya di toko buku, saya embaca sebuah sinopsis buku. Sayangnya saya lupa judul
dan pengarangnya. Buku itu berkisah tentang seorang anak yang terbangun dari
tidur dan menemukan ibunya sudah meninggal dalam kubangan darah. Ibunya baru
saja mengalami keguguran. Membaca
sinopsisnya saja saya sudah menangis. Tapi saya tidak membeli buku itu karena
harganya 18 dollar. Jika dirupiahkan, nilainya 135 Ribu. Nilai 1 dollar
Singapura sebesar 7500 rupiah.
Di kepala
saya langsung terlintas kalimat, “Kemahalan. Di Indonesia pasti ada buku itu
dengan harga yang lebih murah”.
Sukses!
Saya tidak
jadi membeli buku itu.
Saya
menyukai Singapura karena keindahan tata kotanya. Mungkin ada sudut-sudut
Singapura yang tidak terlihat oleh saya. Mungkin di sana menyimpan kejorokan
dan sisi buruknya. Tapi saya suka bunga-bunga yang bermekaran indah di
sepanjang jalan.
Saya juga
suka budaya yang beragam di sini. Sebelum menginjak Singapura, yang terlintas
di kepala saya, di singgapura bahasa saya akan terrlatih. Baik itu Inggris
ataupun mandarin.
Untuk saat
ini, saya belum tahu apa alasan yang tepat untuk menunjukkan kesukaan saya pada
Singapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar