Senja baru saja turun di ufuk barat. Meninggalkan terik menyambut mendung yang kembali bergelayut di kawasan Lamprit. Tempat bermukim seorang umara aceh saat ini. Menjelang berbuka puasa, wartawan Sumber post meninggalkan rumahnya dengan berbagai kesan tertinggal. Kesan bersahabat dan bersahaja seorang pemimpin, kesan yang jarang sekali didapatkan dari sosok leader. Sambutan baik, dan menghargai tamu membuat image beliau sebagai seorang tokoh benar-benar mencuat.
Ramah, kharismatik, lembut dan berpembawaan tenang. Begitu rasa yang timbul ketika kita bertemu dengannya. Sosok Ayah begitu melekat pada dirinya sehingga sedikit banyaknya mengobati rasa rindu kita kepada sang ayah. Ketika kita dekat dengannya, kita dapat menggali ilmu apa aja yang tersembunyi di balik wajah tuanya.
Beliau adalah umara, salah satu tokoh terpandang di Aceh. Ulama, pengamat budaya, dosen, dan orang yang dituakan. Apapun sebutan untuk dirinya, ia tetap orang terpandang. Ia juga sosok yang selalu diincar-incar pada masa mudanya. Ia begitu bijak dalam menyampaikan dakwah. Mahasiswa lebih mengenalnya dengan mantan Dekan Fakultas dakwah periode 2001-2004. siapa lagi kalau bukan Drs. H. Rahman Kaoy.
Rahman kaoy dilahirkan di Geulumpang Minyeuk, Kabupaten Pidie 64 tahun yang lalu. Tepatnya 20 juli 1942. Tiga tahun sebelum Indonesia merdeka. Saat ini Rahman Kaoy tercatat sebagai wakil ketua di majelis adat aceh(MAA), ketua pengurus masjid Al Makmur-Lamprit, anggota DPU (Dewan Pernusyawaratan Ulama) perwakilan Aceh, dan ia juga dikenal sebagai tokoh pertama pendiri ISKADA ( Ikatan Siswa Kader Dakwah).
Meniti karier kepemimpinan beliau bukanlah jalan setapak yang harus dititi perlahan. Tapi jalan panjang berliku yang perlu diberi penghargaan plus. Mulai sejak beliau menimba ilmu di SRI Beureunun sampai sekarang. Tahun 1966-1967 beliau di percaya menjadi ketua plonco untuk mahasiswa baru ditingkat institute. Satu kiprah kepemimpinan beliau mulai muncul. Pada tahun 1994-2000, Rahman Kaoy menjadi asisten Ali Hasymy pada tahun 1975 karena kepandaian beliau menghargai waktu.
Saat itu Ali Hasymi menjabat dekan Fakultas Dakwah yang pertama. Atas dasar saran belaiu juga Rahman Kaoy masuk Fakultas Dakwah bersama beberapa temannya. “ Rahman, apabila kamu tidak selesai kuliah di Fakultas Ushuluddin masuk aja di Fakultas Dakwah” ujarnya meniru ucapan Ali Hasymi. Kedua temannya yaitu : Jakfar Muhammad dari Fakultas Syari’ah , Azhari Hasan dari Fakultas Tarbiyah. Mereka bertiga mendapat hak istimewa, ketiganya tidak lagi masuk kuliah seperti mahasiswa pada umumnya, dosen-dosen memberi tes lisan untuk mereka selama tiga hari. Ketiganya di tes membaca hadist dan tafsir. Kecerdasan mereka membawa kelulusan dan hasil yang cemerlang. Rahman dan tiga temannya dinyatakan lulus test memperoleh gelar DRS.
Tahun 1963, beberapa tahun setelah beliau menuntut ilmu di IAIN Rahman pun diangkat menjadi seorang ketua seksi penerangan masyarakat di dewan mahasiswa yang dikenal sekarang dengan sebutan biro dakwah. Kemudian dia juga pernah membuat musyawarah mahasiswa dakwah (musada) atau juga dikenal dengan aksi jual beras terhadap dosen. Hal itu dilakukan masih untuk kepentingan dakwah. Masa itu peranan mahasiswa sangat penting dalam pengembangan dakwah. Khususnya dalam mempromosikan IAIN kepada public, sehingga pada tahun-tahun 60-an mahasiswa di IAIN membludak.
Selanjutnya tahun 1966 beliau juga membuat pelatihan dakwah yang lebih ngetrend disebut latihan pidato Darussalam yang diikuti oleh 400 orang peserta. Peserta tersebut berasal dari kalangan mahsiswa. Kadar -kader dakwah tersebut saat ini menjadi orang-orang penting dikalangan IAIN sendiri. Diantaranya Dr. Arbiyah Lubis, Dr. Muslim Ibrahim, Prof. Dr. Rosmitumanggu.
Sejak duduk di SMU ditahun 1955-1956, beliau sudah dipercayakan menjadi seorang tenaga pengajar di MIN Sanggeu, satu desa yang terletak di Kabupaten Pidie. Ia menjadi seorang guru agama sejak tahun 1960 sampai tahun 1962. Saat itu peran seorang guru bukan profesi berharga dan sangat minim sekali. Saat rahman menjadi salah seorang pendidik sekolah tersebut, hanya ada seorang pengajar saja. Ia seorang kepala sekolah yamg merangkap guru pengajar kelas I- I I I, sedangkan Rahman menjadi guru kelas I V – V I.
Tahun 1986 beliau diundang oleh orang kedua Negara Brunei Darussalam untuk memberikan dakwah islam di provinsi Tutong. Disana ia diberi fasilitas lengkap dan ditawarkan menjadi pengurus mesjid. Bahkan penguasanya pun tidak ingin tokoh masyarakat Aceh ini kembali ke tanah kelahirannya. Mengikuti kata hati dan dorongan teman-teman Rahman menolak tawaran menggiurkan tersebut. Apalagi Hasan Basri (dekan dakwah) sudah tua. Baginya “ Hujan batu dinegeri sendiri lebih baik dari pada hujan emas dinegeri orang.”
Ayah mahasiswa dakwah ini juga dikenal sebagai seorang da’i. beliau bercerita, mulai tertarik pada dunia dakwah sejak masih menuntut ilmu di SRI (sekolah rakyat Islam), suatu sekolah yang dibentuk pada masa penjajahan Belanda. Pengajaran ilmu dakwah mulai di bentuk sejak mereka masuk sekolah tersebut. Rahman kaoy mulai mengecap pendidikan di SRI pada tahun 1955. beliau memperoleh gelar sarjana muda dari Fakultas Ushuluddin jurusan dakwah pada tahun 1965, dan gelar sarjana lengkap dari fakultas dakwah pada tahun 1967. tapi karena sesuatu dan lain hal kuliah rahman terhambat. Sebagai aktivis, beliau lebih mengedepankan kepentingan dan kegiatan kemasyarakatan.
Berkecimpung didunia dakwah diusia muda, memang suatu prestasi gemilang. Selain perannya sebagai seorang penyeru di jalan kebaikan, beliau juga punya satu misi pada saat itu. Menurut rahman ia memasuki dunia dakwah karena ingin membantu pembagunan sekolahnya pada masa itu. Sejak muda ia bersama teman-teman seperjuangannya pun rela menghabiskan waktu dakwah demi pembangunan tersebut. So, jangan heran kalau saat ini beliau begitu disegani , karena dari duduk di bangku SRI sampai memakai toga.
Sebelum menjabat sebagai dekan Fakultas Dakwah, beliau terlebih dulu menjabat sebagai pembantu dekan 3 fakultas dakwah. Kepemimpinan beliau menggantikan Prof. DR. H. Rusjdi Ali Muhammad, SH sebagai Dekan, Rusjdi sendiri naik jabatan menggantikan rektor sebelumnya, Prof. DR. Alyasa Abubakar, MA pada tahun 2001.
Pada masa jabatan dekan ditangannya, Rahman Kaoy pernah marah melihat kondisi fakultas yang sangat terpuruk. Beliau menyurati Rektor IAIN, tapi rektor sendiri nggak ambil pusing dengan surat yang dikirimkan rahman.
Demi perkembangan Fakultas Dakwah kearah yang lebih baik, beliau menyurati instalasi pemerintahan demi mendapatkan funding. Rahman sadar sekali bagaimana mungkin fakultas ini akan memperoleh kemajuan tanpa memiliki dana. Sebelumnya Rahman pernah menyurati rector IAIN tapi sayangnya rector tidak ambil pusing dengan kemajuan fakultas.
Rahman juga tidak segan-segan menghubungi alumni Fakultas Dakwah yang kini telah berhasil seperti Nasir Jamil (Anggota MPR- RI) dan Azman Usmanuddin (Bupati Aceh timur sekarang) untuk meminta dana.
Masa kejayaan dan kekuasaan pemerintahan Soeharto, Rahman memanfaatkannya untuk misi dakwah. Rahman pun menyurati berbagai macam elemen pemerintahan. Bahkan beliau juga menyurati Presiden kedua Republik Indonesia ini. Sayangnya, sekalipun tidak ada jawaban dari bapak pembangunan yang berkuasa selama 32 tahun.
Rahman tidak patah semangat. Dia masih melanjutkan mengirimkan surat kepada penguasa Indonesia. Beliau terus saja menyurati tiap elemen-elemen pemerintahan. Dan jawaban yang didapatkan baru pada masa Habibie berkuasa. Habibie membalas surat Rahman langsung ke alamat rumahnya. Surat yang berisi dukungan dakwah beliau benar-benar ditanggapi dengan serius oleh satu-satunya penguasa selama ini.
Satu hal yang membuat masyarakat bangga kini. Selama kepengurusan di mesjid Al Makmur, Lampriet kini sedang dalam proses renovasi. Sebelumnya beliau pernah meminta kepada Pemda NAD untuk membantu pembangunan mesjid ini. Karena mesjid ini telah luluh lantak dilanda tsunami tahun 2004. Rahman mengambil alternative mendatangi kedutaan kerajaan Oman di Jakarta. Disana beliau menjalin kerja sama dengan mereka.
Setelah jalan berliku dan penuh rintangan. Serta perjuangan panjang melelahkan, akhirnya pihak Oman memberi bantuan dana untuk rehabilitasi mesjid tersebut. Rahman kembali mendatangi pemda NAD untuk meminta rekomendasi demi kelancaran pembangunan.
Akhirnya satu cita-cita Rahman Kaoy terwujud. Bapak berkarakter bijaksana dan dekat dengan mahasiswa ini berpesan delapan hal pada para pemimpin. Pertama, kita selaku pemimpin kapanpun dan dimanapun harus selalu menyampaikan kebenaran, bersikap jujur. Karena seorang pemimpin harus memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Kedua, kita harus berjuang tanpa pamrih. Ketiga, harus istiqomah. Keempat, harus bisa membangun hubungan baik dengan generasi muda. Kelima, harus tumbuh rasa percaya dan mempercayai. Keenam, ikhlas, tabah, dan sabar. Ketujuh, harus memanfaatkan waktu untuk belajar. Kedelapan, binalah hubungan komunikasi dengan berbagai pihak.
Semoga “ayah” yang telah lama berjuang mempertahankan kemajuan Fakultas Dakwah ini bisa menjadi motivator. Layaknya Umar Bin Khattab membina umat. Tentunya pemimpin yang bergerak di jalan dakwah.
Selamat berjuang bapak…. Semoga jejakmu masih ada yang telusuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar