Wanita terlahir dengan segala sesuatu yang penuh pertimbangan dan perasaan yang peka. Segala hal masuk pertimbangan bagi seorang wanita, apalagi hal-hal yang tak pernah terpikir oleh para pria. Begitupun, wanita juga penuh dengan kepekaan tinggi.
Sesama wanita tentu memiliki rasa dan kebersatuan kepekaan yang sama. Namun, tak jarang pula para wanita tak memahami perasaan wanita lain. Tepatnya bukan tak memahami, tapi tak mau tahu atau memang punya niat untuk menyakiti.
Dalam kehidupan di ruang lingkup yang sama, tak urung itu terjadi. Sebutlah si Nadya (tokoh fiktif) berhubungan dengan Ray (tokoh fiktif). Keduanya pernah dekat dengan Desita (tokoh fiktif) di waktu yang berbeda. Namun setelah Nadya dan Ray pacaran, keduanya tak lagi bersama Desita. Karena Desita merasa punya andil dalam menyatukan mereka, maka ia suka berada di posisi orang ketiga.
Terkadang Ray sangat dekat dengan Desita tanpa peduli dari kejauhan Nadya telah mencuri-curi lirik. Bahkan memberi kode agar menjaga perasaannya dengan sedikit berjarak dengan Desita. Namun bagaimanapun Nadya memberi sinyal, tetap saja Ray tak mengerti. Ia tak peka.
Kata-kata “Nggak usah dekat Desita, aku cemburu” baru bisa memisahkan keduanya. Itu tak mungkin diucapkan oleh wanita karena masih memikirkan perasaan pacarnya dan wanita disampingnya.
Meskipun nantinya Desita bertanya kepada Nadya, “Nad, kamu cemburu nggak kalau aku dekat-dekat Ray?”. Jawaban Nadya tentu tidak.
Dalam hal ini bukan tak jujur. Terkadang wanita tidak leluasa terus terang kepada wanita lain karena beberapa sebab. Pertama, mengetahui tipe seperti apa wanita yang diajak bicara. Kedua, wanita ini pernah menjadi masalah dalam kehidupannya. Ketiga, wanita ini bukan seseorang yang cukup akrab dengan dirinya. Keempat, ia tipe yang tertutup.
Bisa jadi Nadya bukanlah tipe tertutup, ini bisa dilihat dari cara ia memberi sinyal-sinyal kepada Ray agar menjaga jarak dengan Desita. Hanya Ray yang tertutup dan tidak peka. Kasarnya, tak punya perasaan.
Terkadang wanita seperti ini lebih banyak merugikan diri sendiri. Ia memendam perasaannya karena pertimbangan-pertimbangan sepele. Seperti terlalu sayang jika mengambil keputusan memutuskan hubungan keduanya. Alasannya karena sudah terlalu lama berdua dan banyak kenangan pahit manis di lalui bersama.
Di sisi lain, wanita juga lebih banyak memikirkan apa yang harusnya menjadi masalah kecil ddan besar di antara keduanya. Para wanita berpikir bagaimana menyelesaikan masalah tersebut tanpa merusak hubungan baik antara dia, pacar dan orang ketiga (wanita lain) jika mereka memnag saling mengenal.
Bukan berarti semua wanita seperti itu. Ada pula yang cepat mengambil keputusan dengan alasan tak mau menyakiti diri sendiri. Terkadang latar belakang pemutusan sepihak ini bukanlah terjadi masalah besar.
Teman saya, Cecilia (bukan nama sebenarnya) pernah berbincang di telepon dengan pacarnya di depan saya. Awalnya mereka berbicara cukup menyenangkan. Bahkan saya ikut menggoda mereka dengan celetukan-celetukan usil.
Satu jam kemudian, mereka hanya bicara berdua tanpa ada gangguan. Pembicaraan mulai terlihat serius dan Cecilia mulai mengeluarkan kata-kata menolak dan seolah keberatan.
“Kalau begitu kita putus saja. Aku mau lihat seberapa bisa abang bertahan tanpa Lia”, ujarnya. Lalu telepon diputuskan.
Aku terpana. Lalu menatapnya penuh tanda tanya. Dia berkata dengan raut muka biasa-biasa saja.
“Putus.”
“Kenapa?”, tanyaku.
Mengalirlah sebuah cerita singkat dari mulutnya.
Ternyata pacarnya minta making love dengannya. Ia tak mau dengan alasan itu bukan hal yang lumrah dan dosa besar. Tapi pacarnya tak terima dan mengatainya kuno.
Cecilia mengutarakan argumentasinya, “kalau begitu cinta abang pada Lia tidak tulus, tapi karena nafsu”, ulangnya lagi.
Jawaban pacarnya cukup memancing emosi Cecilia. Ia menjawab ya. Menurut pacar Cecilia tak ada cinta di dunia ini. Setiap orang menjalani hubungan dengan lawan jenis tak ada yang tulus. Tak ada kata-kata cinta. Tetapi nafsu. Hanya orang boodh yang menjalani hubungan dengan mengatasnamakan cinta.
“Ya udah, goodbye saja” Ungkapnya.
Pacar Cecilia berkata demikian bukan berarti dia memang seperti itu. Bisa saja saat menelepon Cecilia ia dalam keadaan stress berat dan butuh seseorang yang bisa menenangkan.
Tak bisa dipungkiri, dalam kepala lelaki 80%-nya memang penuh dengan pikiran sex. Ia menganggap Cecilia teman yang asyik untuk berbincang ini. Ternyata masalah yang dihadapi oleh Cecilia juga rumit. Sehingga di saat seperti ini ia sendiri tak bisa menjadi teman ngobrol yang baik. Candaan seperti itu dianggap serius.
Berbeda dengan wanita yang lebih peka. Pria tak bisa membaca pikiran wanita di dekatnya. Ia tahu pacar atau seseorang yang dekat dengannya dalam masalah, tapi bukannya memberi solusi, tapi semakin mengacaukan suasana. Mungkin bukan maksud mengacaukan, hanya saja keadaan seperti ini tak bisa dikondisikan oleh pria.
Berbeda dengan wanita yang lebih peka. Jika pasangannya dalam posisi seperti itu, ia akan berusaha mencari solusinya. Setidaknya tak bercanda berlebihan yang berakibat fatal.
Pada hakikatnya. Antara pria dan wanita itu memang mempunyai emosi yang berbeda. Terkadang bisa sangat sensitif pada hal-hal tertentu yang tak terduga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar