Sabtu, 14 September 2013

Wellcome in Beijing

"Beijing?! Wow!!" Itu yang orang ekspresikan ketika kukatakan aku akan melanjutkan study master di Beijing tahun ini hingga tahun 2017. Atau ada yang lebih miris dalam mengungkapkan, "Nggak salah tuh?! Tingkat di Jakarta aja ngeri banget, nggak cocok lah buat kita. apalagi Beijing. Komunis, susah makan muslim, kamu perempuan lho. Memangnya bahasa bisa?"

Cuek!

Itu yang harusnya aku lakukan begitu kalimat-kalimat pengurang semangat itu muncul. Ya, namanya perjuangan, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kalaupun aku harus pergi ke Beijing dan melanjutkan study, tentu aku tahu apa yang harus aku lakukan tanpa mengabaikan diriku sendiri.

Awalnya berat, itu pasti!

Semakin dekat waktu keberangkatan, semakin besar pula keinginan tidak pergi. Kata orang memang sudah begitu. Untungnya ayah dan mamak memaksa untuk bertahan dan keduanya menahan air mata ketika aku pergi. Itu jauh lebih berat. Melihat ketegaran mereka, justru aku semakin tidak ingin meninggalkan tempat ini. Benar-benar membuat dada sesak.

Kenyataan setelah aku tiba di Beijing sama seperti ketika aku tiba pertama kali di Banda Aceh.