Selasa, 02 Oktober 2012

Flowery ^_^



Kata orang Takengon itu tanah surge. Apa saja yang ditanam pasti tumbuh. Saya bukan sarjana pertanian. Saya tak paham masalah itu. Saya hanya tahu kalau Takengon bunga-bunga tumbuh subur. Mekar indah.

Sejak pindah rumah ke komplek pertanian, rumah saya nyaris gersang. Tak ada bunga-bunga yang indah seperti masa rumah di atas bukit. Lebaran tahun 2012, saya sempatkan memotret bunga-bunga yang tersisa di rumah saya sekarang. Semoga saja sepuluh tahun ke depan, jika saya sudah punya keluarga sendiri, punya kehidupan sendiri, catatan ini menjadi kisah klasik untuk masa depan.
 
Bunga Bougenville.





Bugenville jingga ini sebenarnya ada perpaduan dengan merah muda. Dulu bunganya sangat rimbun. Hampir tak ada daunnya. Ayah menanamnya di taman atas tempat biasa kamu main perosotan. Rencananya bunga itu akan dibuat rindang, seperti payung. Kemudian di bawahnya akan ditaruh kursi. Sayangnya itu tidak selesai. Kesibukan Ayah di kebun menciptakan bentuk yang payung setengah dari bunga bugenvil jingga-merah muda ini. Akhirnya adik saya hanya meletakkan kursi kayu di sini.








Bugenvil ungu muda ini dulunya tumbuh tinggi. Merambat hingga ke pohon avocado yang menjulang tinggi. Jika musim bunga tiba, daunnya hanya terlihat sedikit. Selebihnya bunga semua. Indah sekali. Sayangnya waktu itu belum ada hape. Tidak bisa narsis sesuka hati seperti sekarang.





Bugenvil merah yang ini saya tidak tahu asal muasalnya dari mana. Saat saya masih tinggal di Takengon dan menghabiskan masa kecil di villa putih, bunga ini belum ada. saya menduga bunga itu memang ada setelah pindah ke komplek pertanian. Mungkin saja mamak mendapatkan benihnya dari tetangga. Sudah lama saya ingin bertanya. Tapi selau lupa dan lupa.

 Bunga Anjelia

Tidak tahu dari mana asal nama itu. Tak tahu juga apa nama latin bunga ini. Saya melihatnya pertama kali ketika masih rumah di bukit ilalang. Di sana bunga ini ada beberapa macam. Warnanya indah, mahkotanya besar. Dari bunga-bunga yang dirawat oleh mamak, bunga inilah yang paling manja. Disebut manja karena perawatannya sangat ekstra. Beda dengan bunga-bunga-bunga lainnya.





Bunga ini harus disiangi sebulan seminggu sekali. Tanahnya dicongkel-congkel sampai gembur. Waddahnya juga mesti di pot, kalau tidak perkembangannya lambat. Tanahnya selalu diberi pupuk kandang. 

Bunga Ketumbar

Pertama kali saya melihat bunga ini ketika masih duduk di bangku Tsanawiyah. Di bekalang toilet rumah yang jaraknya 10 meter dari rumah, saya melihat tumbuhan seperti daun seledri. Bunganya kecil-kecil warna kuning. Bentuknya seperti gambar salju. Ketika saya memegang dan mencium aromanya, bau sekali. Saya hampir muntah karenanya. Belakangan saya baru tahu kalau itu bunga ketumbar.

Bunga Jambu Klutuk (Guava)

Pernah melihat bunga jambu klutuk (guava)? Mungkin bagi sebagian orang tidak menarik sama sekali. Bagi saya bunganya ini sangat indah dan menarik. Jangan tanya kenapa? Saya tertarik dengan bunga ini.

Bagi saya ada filosofi yang tak bisa saya jelaskan dari bunga guava ini.

Bunga Jeruk

Sekilas memang terlihat seperti bunga melur. Tapi percayalah aromanya yang segar menyadarkan kita bahwa jeruk yang buahnya sering kita nikmati itu punya bunga yang indah pula. Saya kerap menikmati bunga jeruk pada awal Maret, namun baru kali ini saya berkesempatan memotretnya.

Bunga Mawar

Di halaman rumah panggung saya sekarang ada beberapa jenis mawar. Kebanyakan memang bunga mawar kecil-kecil yang ditanam di dalam pot dan bunganya bergerombol. Ada yang berwarna merah dan putih. Tapi saya ingin memiliki yang berwarna ungu dan jingga atau kuning.

Mawar ungu dan jingga mengingatkan saya pada kisah Maya Kitajima dan Masumi Hayami di serial Topeng Kaca. Komik itu pertama kali saya baca ketika duduk di kelas lima Sekolah Dasar atas saran teman saya, Maulidar. 
  
Di rumah sekarang, saya punya tanaman mawar yang di bawa ntah dimana. Kata adik saya, itu hasil pembelajarannya selama menempuh pendidikan di RSBI SMPA Saree. Perkawinan mawar merah dan putih akan menghasilkan bunga paduan merah putih yang indah sekali.

Tidak ada komentar: